Cerita Vaksin Hari Ini

Niatnya sih, mau ngisi nih blog dengan sesuatu yang berhubungan dengan mental health dan sejenisnya gitu. Tetapi, karena ini hari pertama setoran tulisan ODOP dan belum sempat baca-baca jurnal atau apalah gitu, yaudah akhirnya diisi dengan curcol. Yuk mari baca curcolan hari ini.

Setelah sekian purnama, antara mau dan enggak akhirnya memutuskan juga untuk vaksin. Kenapa dulu-dulu ga mau vaksin? Karena aku mikirnya, virus Covid-19 itu hanya akan dikalahkan oleh antibodi kita. jadi, kondisi imunitas tubuh benar-benar menjadi penentu. Berarti kunci menghadapi masa pandemi ini ya hanya dengan melakukan perilaku hidup sehat agar imun tubuh terus terjaga. Udah sempet cuek tu, bener-bener niat nggak mau nyari apapun terkain vaksin. Skip aja pokoknya tentang pervaksinan. Tetiba, adek yang lagi hamil kepikiran buat vaksin, soalnya itu syarat buat CPNS. Okelah, mulailah mencari apa dan gimana cara kerja vaksin.

Ternyata, vaksin itu macamnya banyak dengan efektifitas yang berbeda pula. Karena bahan dasar vaksin sendiri sudah berbeda. Akan tetapi secara umum cara kerja vaksin sama, melatih antibodi untuk menghadapi corona jika suatu saat nanti menyerang kita. Kalau di umpamakan anak sekolah, anggap aja tubuh yang diberi vaksin itu lagi latian soal. Ujiannya ya, saat ketemu dengan covid-19 langsung. Semoga tubuh kita nggak ketemu soal ujiannya yaaa.... Reaksi yang ditumbulkan paska vaksin juga bener-bener ditentukan oleh kondisi tubuh. Sekali lagi, imunitas tubuhlah yang pada akhirnya harus bekerja. Jadi, kalau badan sedang merasa tidak enak emang jangan vaksin dulu deh, atau kalau memang mau vaksin siapkan diri aja.

Aku juga sebenarnya penasaran, apasih reaksi tubuhku paska vaksin? Apakah akan seperti suami, adek, atau tetangga yang lain? Sempet juga denger kalau kita udah vaksin lalu terkena Corona maka tidak akan menularkan ke orang lain. Namanya juga jaga-jaga kan. Ukuran virus sangat kecil, tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Kita tidak pernah tahu saat apa atau bagaimana kita terinveksi. Demi menjaga diri dan terutama keluarga yang kita sayangi maka melakukan vaksin adalah hal baik yang harus dilakukan.

Aku juga berfikir, jangan-jangan suatu saat nanti ketika semua sudah kembali normal lalu ada agenda komunitas ke luar daerah wajib menunjukkan bukti vaksin. Nah kan, kalau swab bisa didadak, tapi vaksin? Kan butuh antrian. Makanya, kuputuskan untuk vaksin. Kekhawatiran datang dari suami dan ibuku. Melihat riwayat alergi dingin yang sering sesak nafas mereka berdua khawatir jika paska vaksin akan terjadi sesuatu. Aku juga belum tau sih nanti efeknya bakal bagaimana.

Oia, hari ini aku ikut vaksin moderna. Vaksin yang konon lebih baik dari Sinovac. Kalau dilihat dari bahan bakunya memang berbeda ya, Sinovac itu virus yang dimatikan dengan penampakan mirip corona, sedangkan Moderna terbuat dari RNA Corona. Hahaha bercandanya orang-orang, mencoba merasakan corona masuk ke dalam tubuh. Meski sepertinya menyeramkan, tetapi ternyata vaksin ini cocok digunakan oleh ibu hamil. Menurut dokter kandungan (dr. Hendro, S.POG) ibu hamil diperbolehkan vaksin asal lebih dari 20 minggu, maksimal dosis pertama pada 33 minggu usia kehamilan dan dosis kedua maksimal 37 minggu. Kita perlu meyakini bahwa vaksin ini lahir pastinya melalui proses panjang para ilmuwan yang dalam hatinya tidak ingin menghabisi populasi manusia. Yakin saja jika vaksin ini aman digunakan.

Tadi saat vaksin juga sudah disampaikan oleh dokter yang bertugas bahwa efek vaksin adalah mual, muntah, diare, kepala pusing, menggigil, demam. Itu aman, selama terjadi tidak lebih dari dua hari. Jika lebih dari dua hari disarankan untuk periksa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sebelum vaksin kami semua di swab antigen terlebih dahulu. Konon, daerah tempat tinggalku masih banyak kasus pasien meninggal karena covid, maka dilakukan swab sebagai antisipasi. Dikhawatirkan di daerah kami ada OTG, yang setelah vaksin sakit kemudian diperiksa menjadi positif. Kemudian berkembang stigma yang salah di masyarakat bahwa mereka positif karena vaksin.

Selain dilakukan swab antigen, kami juga mendapatkan screening dari tenaga kesehatan. Mulai dari tensi tekanan darah, alergi, penyakit, dan kawan-kawan. Jika hasil screening ditanyakan layak dan hasil swab antigen negatif maka kami akan mendapatkan vaksin. Saat vaksin sakit tak? Ya seperti suntik biasa itu, tangan jadi agak pegel-pegel dan sekarang lagi kerasa anget. Coba aja ga inget ada ODOP pasti ga updet blog. Keren banget nih, spirit of ODOP hihi. Yakali hari pertama langsung absen, kan ngga keren. Sepertinya sudah 300 kata deh. Eh, tapi tadi aku sempet kepikiran sesuatu loh.

Andai saja sistem yang tadi dipakai itu sudah dikomputersasi. Dengan keyword NIK seharusnya tidak perlu mencatat NIK berkali-kali. Semua data sudah tersimpan di server, dapat dibuka dan digunakan kapanpun. Data untuk vaksin ini di integrasikan dengan data kependudukan. Pertanyaan screening dari dokter muncul saat regristrasi ulang. Mungkin bisa lebih cepat, efisien, dan paperless. Saya amati tadi ada beberapa kertas yang dikeluarkan sebagai administrasi. KTP tidak usah di fotocopy, tinggal scan barcode. Ini ngadi-ngadi yang hakiki. Sesaat tadi lupa kalau warga Indonesia itu ada yang mampu beli kuota tapu di ghosting sama sinyal wkwkwk. Belum lagi nanti bawa-bawa PC. Pasti ribet kan ya. Ya sudahlah, cara konvensional masih sangat representatif untuk digunakan.

Yuk vaksin, bukan karena untuk kelengkapan dokumen perjalanan, tetapi sebagai ikhtiar menjaga diri dan orang lain dari virus ini. Semoga ada isi yang dapat dijadikan hikmah ya manteman. Sttt tulisan ini udah 700an kata loh hihihi

0 comments:

Posting Komentar

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.