Reviu: Mindset (Carol S Dweck)

Judul Buku : Mindset, Mengubah pola berpikir untuk Perubahan Besar dalam Hidup Anda
Nama Penulis: Carol S. Dweck 
Jumlah Halaman : 396 

Membaca buku ini membawa sebuah kesadaran bahwa sebagai manusia kita harus menerima sebuah kenyataan, hasil adalah hak prerogatif Allah dan tugas kita adalah berproses. Tugas kita bukan untuk mendapatkan gelar serta pengakuan tetapi melakukan semuanya dengan tenag dan bahagia. Bukan untuk mendapatkan benefit dari proses yang berjalan, namun karena sebuah kesungguhan yang bersifat harus dilakukan. Begitu kira-kira hal ya g sejak awal membacanya terbayang seperti itu. 

Allah itu, menciptakan kita untuk menikmati proses. Buku ini juga mengajak kita untuk menerima takdir dari Allah. Tanpa mengeluh kemudian menjalankan dengan penuh keridhoan. 

Dalam bahasa yang berbeda, buku ini seolah menjelaskan bahwa orang yang tidak dapat menerima takdir dan selalu menyalahkan adalah tipe orang fixed mindset atau berpikiran tetap. Sedangkan orang yang menyadari tugasnya berproses, tidak berorientasi pada hasil, menerima takdir dan selalu bertumbuh adalah tipe growth mindset atau berpikiran tidak tetap. 

Growth mindset akan membuat kita kembali menyadari mengenai keabadian di dunia ini menjadi milik Tuhan. Satu-satunya makhluk yang bersifat tetap adalah perubahan dan perubahan. 

Tidak ada anak yang berbakat/pintar yang ada anak yang mau belajar atau tidak

Sifat, karakter, intelektual, keterampilan seseorang dapat berubah seiring dengan proses yang dilakukan. Seorang growth mindset akan gigih untuk belajar. Baginya hidup adalah rangkaian menjalani proses dengan kebahagiaan. Sekali lagi, hasil adalah konsekuensi dan nilai dari seberapa keras kita berproses. 

Bahkan, seorang atlit terbaik pun pasti pada awalnya dia tidak langsung menjadi profesional. Ada latihan yang harus dilakukan untuk menjadi yang sekarang. Jika mereka menyerah pada kekalahan pertama yang didapatkan dia tidak akan pernah menjadi seorang hebat. Seorang atlit tidak hanya membutuhkan bakat tetalu juga semangat untuk bangkit dan memperbaiki diri. 

Pola asuh mempengaruhi mindset 
Lingkungan sekitar seseorang dalam bertumbuh memberikan pengaruh cukup signifikan dalam pembentukan pola berfikir. Terutama lingkungan keluarga. Ada anak yang selalu berambisi untuk menjadi yang paling, kemudian dia down saat hasil tidak seperti yang diharapkan. Frustasi kemudian performa tidak diperbaiki malah semakin sakit dalam bayang-bayang kegagalan. Namun ada juga yang dia hanya berfikir bagaimana cara untuk melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Tidak terlalu mengambil pusing terhadap hasil akhirnya. Meski tidak menjadi yang terbaik, tetapi dia menganggap hal tersebut sebagai bagian untuk perbaikan. Dia akan melihat dengan jujur pada sisi mana yang harus ditingkatkan. 

Hal-hal di atas bisa berasal dari cara orang tua merespon hasil dari perjuangan anak. Sebagai orang tua seharusnya mampu memilih kalimat yang tepat sehingga anak selalu berfikir untuk memperbaiki proses. Tidak selamanya pujian akan menjadikan anak memiliki mindset bertumbuh. Misal dibilang sebagai anak jenius atau berbakat. Karena merasa dia sudah seperti itu dia menjadi tidak ingin belajar lagi, toh bagi orang tuanya dia anak berbakat. Pun sebaliknya, terlalu banyak respon negatif dapat membuat anak kehilangan kepercayaan dirinya. Orang tua harus berimbang dalam memberikan respon atas hasil yang di dapatkan. 

Growth Mindset yang Menyukai Tantangan
Di dunia ini ada loh orang yang mencari tempat aman. Dia tidak mau melakukan hal yang menurutnya tidak mampu dan dapat membuat penilaian pada dirinya berubah. Tetapi, ada juga orang yang menjadikan hal baru sebagai tantangan. Bahkan sangat menyukai tantangan. Tantangan adalah sarana untuk bertumbuh bukan untuk penghakiman. Inilah pemilik growth mindset. 

Ini sebenarnya sama halnya seorang muslim beranggapan ujian Allah itu akan semakin meningkat agar keimanan meningkat. Seorang growth mindset, akan menjadikan ujian sulit dalam hidup sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. 

Seorang growth mindset tidak membutuhkan validasi
Seorang growth mindset tidak membutuhkan validasi dari orang lain. Tidak penting penilaian orang lain, karena harinya dipenuhi dengan pikiran untuk berkembang. Belajar hal baru. Orang seperti ini akan selalu fokus pada apa yang ingin dicapainya. Segala upaya yang dilakukan bukan dalam rangka memenuhi ekspektasi orang lain. Dalam pikirannya adalah melakukan sebaik-baiknya proses.

Pilihan Role Model mempengaruhi cara berpikir 
Tidak ada satupun manusia hidup dalam kesempurnaan. Allah pasti memberikan ruang pada seseorang sebuah kesulitan, kegagalan. Yang perlu kita contoh adalah bagaimana orang tersebut menjalani kehidupannya. Bagi orang tua perlu berhati-hati, saat anak belum dewasa orang tualah yang menjadi role model dalam hidupnya. 

Jadikanlah sosok Nabi Muhammad sebagai role model manusia yang senantiasa bertumbuh. Tidak pantang menyerah dan memiliki prinsip yang kuat tanpa memaksakan prinsipnya pada orang lain. 


Semangat bertumbuh semua, jalani saja bagianmu untuk berposes. Serahkan hasil kepada Allah.

Read More

Review: Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa




Judul buku : Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa (1404-1482 M)
Penulis : Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd.
Jumlah Halaman : 240

Sebuah tema buku yang sudah lama ingin saya baca. Setelah beberapa kali mendengarkan ceramah ustadz Salim A Fillah di YouTube mengenai Babad Tanah Jawa dan sejarah Islam di Indonesia tingkat ke-kepoan tentang Walisongo menjadi meningkat drastis. Walau bagaimanapun tidak dapat dipungkiri, saat mendengar istilah Walisongo ingatan langsung terkonek dengan film jadul yang mengisahkan Sunan Kalijogo menjaga sungai selama bertahun-tahun sampai lumuten dan beberapa hal yang lebih pas jika dikatakan sebagai sebuah dongeng. Penggambaran Walisongo dalam film kolosal benar-benar membangun paradigma kalau para wali tersebut sakti mandraguna. Sampai saat ini juga belum bisa menyebutkan nama sembilan wali itu siapa saja, soalnya terkadang jumlahnya tidak sembilan. Akhirnya, di buku ini beberapa persepsi dan pertanyaan di masa kecil terjawab sudah. 

Fakta-fakta yang diungkapkan dalam buku ini semakin menguatkan paradigma baru dalam diri saya secara pribadi mengenai walisongo. Ya, awalnya saya berfikir Walisongo itu dongeng belaka, dia tidak nyata. Meski ketika berfikir kembali melalui siapa Islam di Indonesia ini tumbuh dengan subur juga tidak ketemu jawabannya. Karena memang pada dasarnya Walisongo ini nyata, ajarannya tidaklah semistis penggambaran.

Takjub dan sangat terkejut, ternyata Walisongo adalah sekumpulan orang yang diperintahkan oleh sultan Muhammad I dari daulah Turki Usmani. Betapa ternyata sejarah Islam di Indonesia masih memiliki hubungan dengan kekhalifahan. Waktu itu Sultan Mahmud 1 mendapatkan cerita dari Ibnu Batutah yang telah melakukan perjalanan keliling dunia. Akhirnya terpetakan bahwa di salah satu belahan dunia yang bernama Nusantara membutuhkan sentuhan dakwah. Sehingga diutuslah beberapa orang untuk berangkat menuju Nusantara. Para utusan Khalifah inilah yang kemudian mendapat nama Walisongo.

Pada awal pembahasan buku ini dijelaskan bahwa Walisongo adalah sekelompok orang atau bisa juga sebuah organisasi yang bertugas untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Satu hal yang baru saya dapatkan ternyata Walisongo itu memiliki 6 angkatan. Dengan masing-masing angkatan ada yang memimpin. Angkatan pertama merupakan orang-orang yang ditunjuk langsung oleh Khalifah. Jadi, bisa dibilang angkatan pertama itu 100% berasal dari luar negeri. Baru kemudian angkatan berikutnya anggota Walisongo adalah anak biologis atau anak didik dari angkatan pertama. Jadi, ketika ada wali yang meninggal akan diangkat wali baru untuk bergabung, sehingga jumlah wali dari tiap angkatan akan tetap berjumlah sembilan. Ini adalah sebuah penjelasan yang belum pernah saya dengar sebelumnya.

Hal yang membuat saya sangat bahagia saat membacanya adalah adanya terjemahan literatur yang merupakan peninggalan para wali. Kedua literatur tersebut adalah Het Book Van Bonang dan Kropak Ferara. Sejak saya mendengar pertama kali bahwa para wali pernah menulis ajaran dan juga hasil rapat saya sangat ingin mengetahui apa isinya. Ternyata, Alhamdulillah dalam buku ini penulis menyalin tulisan terjemahan dari dua literatur tersebut. Ketika mencermati dengan baik isi teks dari keduanya kita akan melihat berapa murninya ajaran Islam yang disampaikan para wali. Sungguh tidak ada penyimpanan. 

Dalam melakukan dakwahnya, para wali tidak hanya mengajarkan tentang ilmu agama tetapi keberadaan mereka dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Misalnya melihat masyarakat mengalami krisis pangan, ada yang mengajari cara bercocok tanam. Ketika melihat leadership atau kepemimpinan para raja melemah didirikanlah pusat pengajaran tata kenegaraan. Dan masih banyak lainnya. 

Selain itu, dakwah yang dilakukan oleh para wali tentu masih sesuai dengan ajaran Rasulullah. Mereka mendirikan masjid, mendirikan pusat pendidikan (pondok pesantren), dan melakukan pendekatan sesuai bahasa kaumnya. Ini nampak saat Sunan Kalijaga yang menggunakan media wayang sebagai sarana dakwah. Karena memang beliau melihat masyarakat pada masa itu sangat menyukai pertunjukan wayang. Sehingga, digubahlah cerita wayang dengan alur Mahabarata dan Ramayana menjadi kisah-kisah Islam. Melalui media wayang inilah sunan Kalijaga memberitahukan intisari ajaran Islam. 

Rachmad Abdullah melalui buku ini benar-benar telah mematahkan paradigma bahwa Walisongo adalah mitos, legenda, dan orang dengan kesaktian mandraguna. Gaya penulisan yang sangat ilmiah dan di dukung berbagai macam data. Bukan hanya itu, penulis juga mampu merangkai dan mengklarifikasikan para Walisongo ke dalam angkatan-angkatan. Beliau juga membuka mata kita bahwa sejarah ditulis atas dasar kepentingan. Ketika seorang orientalis menggambarkan Walisongo maka akan digambarkan bahwa mereka menggunakan pedang dan kekuasaan untuk menyebarkan agama. Padahal jika ditelusuri dengan benar hal tersebut dilakukan saat sudah terpaksa. Nyatanya sultan Muhammad I tidang mengirim para panglima tetapi para ulama dengan pemahaman agama dan kemampuan spesifik sesuai permasalahan yang dihadapi masyarakat. 

Kesempurnaan hanya milik Allah, saat membaca buku ini ada satu tulisan yang sepertinya typo. Seharusnya Gelagah Wangi menjadi Gelawah Wangi. Dan beberapa penyebutan tidak konsisten menggunakan mahasa Jawa Kawi seperti yang disebutkan oleh penulis. 

Satu hal terakhir yang membuat saya sangat kagum terhadap buku ini. Background pendidikan penulis bukanlah sejarah, melainkan Fisika. Meskipun dari jurusan fisika tetapi buku sejarah ini secara keseluruhan adalah bagus dan mencerahkan. Sebagai informasi tambahan dan ini penting, buku ini merupakan trilogi. Dan fiks semuanya wajib dibaca agar menemukan benang merah sejarah Islam dan gelora dakwah di Jawa pada masa lalu. 
Read More

Memaknai Sebuah Pertemuan

Kita tidak pernah bisa mendikte takdir yang telah digariskan. Hanya bisa mempercayai bahwa setiap takdir adalah kebaikan. Setiap hari Allah telah menyediakan berbagai macam pelajaran, yang terserak dan ada di depan mata. Pesan yang ingin diajarkan selalu terselubung sehingga memanggil kepekaan untuk memahaminya. 

Untuk hal paling sederhana, sebuah pertemuan yang mungkin hanya sejenak. Terkadang bisa membuat logika dan rasa kita terhenyak. Meski hanya sejenak tetapi jika Allah sudah berkehendak kita akan kembali sadar akan awal mula dan memberi nasihat dan masukan mengenai bagaimana cara seharusnya. 

Setiap manusia butuh peristiwa untuk mengembalikan dan mengingatkan sebuah niatan. Peristiwa itu tidak harus yang bersifat dramatis. Cukup sederhana dan sesaat tetapi menuntut kita memahami makna. 

Begitulah kira-kira maksud dari berbagai pertemuan. Meredam rasa pemberontakan dan mengingatkan posisi dan menengok keinginan. Perjalanan panjang yang telah dilalui, pilihan yang telah dijalani pasti memiliki alasan. Alasan yang berasal dari interpretasi sebuah nilai. 

Ya, pada akhirnya kalimat kita melakukan untuk Allah bukan manusia akan di uji validitasnya. Bayangkan yang menguji adalah Sang Maha. Maka, perlu belajar mengekspresikan ketawadhuan bukan kepongahan. Nampakkan lunak namun tak tersentuh. Halus tapi keras. Keras akan sebuah prinsip tetapi dibalut oleh kelembutan. Oh...ini sunggu siasat di atas siasat. Seperti seorang ksatria Jawa saat bernegosiasi. Ah lupa, kan ini memang hidup di tanah Jawa. 

Rentetan pertemuan dan kalimat dari orang luar yang ditemui beberapa hari ini ternyata hanya ingin mengajak pada sebuah titik kesadaran, tundukkan ego. Bersikaplah sebagaimana seorang priyayi Jawa bersikap (seperti yang di ajarkan Mbah Putri). Bersikap dan berbahasalah seperti apa yang mereka inginkan. Maka kamu akan menaklukkan. Hey....bukankah itu yang dulu dilakukan. 

Pilih kunci yang tepat, bukalah pintu, lalu obrak-abrik hihi...

Pertemuan-pertemuan ini adalah alarm untuk menghentikan seluruh gejolak. Jika merasa gundah berselancarlah dalam samudra kata maka akan hinggap bijaksana. 

Makna sebuah pertemuan adalah untuk memperingati, untuk menguji diri, untuk menilai, dan kemudian lakukanlah sesuatu untuk memperbaiki. 

Tidak ada suatu pertemuan yang Allah tidak memberikan makna. Tidak ada suatu pertemuan yang bernilai sia-sia. Selalu indah bukan cara Allah mengingatkan kita?

Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.