Review: Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa




Judul buku : Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa (1404-1482 M)
Penulis : Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd.
Jumlah Halaman : 240

Sebuah tema buku yang sudah lama ingin saya baca. Setelah beberapa kali mendengarkan ceramah ustadz Salim A Fillah di YouTube mengenai Babad Tanah Jawa dan sejarah Islam di Indonesia tingkat ke-kepoan tentang Walisongo menjadi meningkat drastis. Walau bagaimanapun tidak dapat dipungkiri, saat mendengar istilah Walisongo ingatan langsung terkonek dengan film jadul yang mengisahkan Sunan Kalijogo menjaga sungai selama bertahun-tahun sampai lumuten dan beberapa hal yang lebih pas jika dikatakan sebagai sebuah dongeng. Penggambaran Walisongo dalam film kolosal benar-benar membangun paradigma kalau para wali tersebut sakti mandraguna. Sampai saat ini juga belum bisa menyebutkan nama sembilan wali itu siapa saja, soalnya terkadang jumlahnya tidak sembilan. Akhirnya, di buku ini beberapa persepsi dan pertanyaan di masa kecil terjawab sudah. 

Fakta-fakta yang diungkapkan dalam buku ini semakin menguatkan paradigma baru dalam diri saya secara pribadi mengenai walisongo. Ya, awalnya saya berfikir Walisongo itu dongeng belaka, dia tidak nyata. Meski ketika berfikir kembali melalui siapa Islam di Indonesia ini tumbuh dengan subur juga tidak ketemu jawabannya. Karena memang pada dasarnya Walisongo ini nyata, ajarannya tidaklah semistis penggambaran.

Takjub dan sangat terkejut, ternyata Walisongo adalah sekumpulan orang yang diperintahkan oleh sultan Muhammad I dari daulah Turki Usmani. Betapa ternyata sejarah Islam di Indonesia masih memiliki hubungan dengan kekhalifahan. Waktu itu Sultan Mahmud 1 mendapatkan cerita dari Ibnu Batutah yang telah melakukan perjalanan keliling dunia. Akhirnya terpetakan bahwa di salah satu belahan dunia yang bernama Nusantara membutuhkan sentuhan dakwah. Sehingga diutuslah beberapa orang untuk berangkat menuju Nusantara. Para utusan Khalifah inilah yang kemudian mendapat nama Walisongo.

Pada awal pembahasan buku ini dijelaskan bahwa Walisongo adalah sekelompok orang atau bisa juga sebuah organisasi yang bertugas untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Satu hal yang baru saya dapatkan ternyata Walisongo itu memiliki 6 angkatan. Dengan masing-masing angkatan ada yang memimpin. Angkatan pertama merupakan orang-orang yang ditunjuk langsung oleh Khalifah. Jadi, bisa dibilang angkatan pertama itu 100% berasal dari luar negeri. Baru kemudian angkatan berikutnya anggota Walisongo adalah anak biologis atau anak didik dari angkatan pertama. Jadi, ketika ada wali yang meninggal akan diangkat wali baru untuk bergabung, sehingga jumlah wali dari tiap angkatan akan tetap berjumlah sembilan. Ini adalah sebuah penjelasan yang belum pernah saya dengar sebelumnya.

Hal yang membuat saya sangat bahagia saat membacanya adalah adanya terjemahan literatur yang merupakan peninggalan para wali. Kedua literatur tersebut adalah Het Book Van Bonang dan Kropak Ferara. Sejak saya mendengar pertama kali bahwa para wali pernah menulis ajaran dan juga hasil rapat saya sangat ingin mengetahui apa isinya. Ternyata, Alhamdulillah dalam buku ini penulis menyalin tulisan terjemahan dari dua literatur tersebut. Ketika mencermati dengan baik isi teks dari keduanya kita akan melihat berapa murninya ajaran Islam yang disampaikan para wali. Sungguh tidak ada penyimpanan. 

Dalam melakukan dakwahnya, para wali tidak hanya mengajarkan tentang ilmu agama tetapi keberadaan mereka dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Misalnya melihat masyarakat mengalami krisis pangan, ada yang mengajari cara bercocok tanam. Ketika melihat leadership atau kepemimpinan para raja melemah didirikanlah pusat pengajaran tata kenegaraan. Dan masih banyak lainnya. 

Selain itu, dakwah yang dilakukan oleh para wali tentu masih sesuai dengan ajaran Rasulullah. Mereka mendirikan masjid, mendirikan pusat pendidikan (pondok pesantren), dan melakukan pendekatan sesuai bahasa kaumnya. Ini nampak saat Sunan Kalijaga yang menggunakan media wayang sebagai sarana dakwah. Karena memang beliau melihat masyarakat pada masa itu sangat menyukai pertunjukan wayang. Sehingga, digubahlah cerita wayang dengan alur Mahabarata dan Ramayana menjadi kisah-kisah Islam. Melalui media wayang inilah sunan Kalijaga memberitahukan intisari ajaran Islam. 

Rachmad Abdullah melalui buku ini benar-benar telah mematahkan paradigma bahwa Walisongo adalah mitos, legenda, dan orang dengan kesaktian mandraguna. Gaya penulisan yang sangat ilmiah dan di dukung berbagai macam data. Bukan hanya itu, penulis juga mampu merangkai dan mengklarifikasikan para Walisongo ke dalam angkatan-angkatan. Beliau juga membuka mata kita bahwa sejarah ditulis atas dasar kepentingan. Ketika seorang orientalis menggambarkan Walisongo maka akan digambarkan bahwa mereka menggunakan pedang dan kekuasaan untuk menyebarkan agama. Padahal jika ditelusuri dengan benar hal tersebut dilakukan saat sudah terpaksa. Nyatanya sultan Muhammad I tidang mengirim para panglima tetapi para ulama dengan pemahaman agama dan kemampuan spesifik sesuai permasalahan yang dihadapi masyarakat. 

Kesempurnaan hanya milik Allah, saat membaca buku ini ada satu tulisan yang sepertinya typo. Seharusnya Gelagah Wangi menjadi Gelawah Wangi. Dan beberapa penyebutan tidak konsisten menggunakan mahasa Jawa Kawi seperti yang disebutkan oleh penulis. 

Satu hal terakhir yang membuat saya sangat kagum terhadap buku ini. Background pendidikan penulis bukanlah sejarah, melainkan Fisika. Meskipun dari jurusan fisika tetapi buku sejarah ini secara keseluruhan adalah bagus dan mencerahkan. Sebagai informasi tambahan dan ini penting, buku ini merupakan trilogi. Dan fiks semuanya wajib dibaca agar menemukan benang merah sejarah Islam dan gelora dakwah di Jawa pada masa lalu. 

0 comments:

Posting Komentar

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.