Merdekakan Diri Saat Pandemi

Sudah satu tahun lebih virus Covid-19 singgah di bumi. Inginnya manusia pasti berdamai dengan mereka, namun sepertinya kita salah dalam hidup bersama mereka. Seandainya virus itu tampak dalam pandangan mata biasa dan bisa dibasmi dengan air atau senyawa lainnya pastinya hari ini kita sedang sibuk untuk melenyapkannya. Kehadiran mereka seolah ingin mengajak kita untuk memiliki dunia baru. Dunia yang harus saling menjaga jarak, bermasker, dan rajin mencuci tangan. 

Banyak masa dan momen berharga yang harus dilewatkan karena Pandemi tak kunjung usai. Ada masa anak-anak yang seharusnya mereka bebas bermain, bersekolah, belajar membaca dan menulis bersama guru. Berkumpul di ruang kelas sambil bernyanyi, tetapi kini sudah tidak bisa sebebas seperti dulu lagi. Ada anak yang seharusnya duduk di kursi menanti dipanggil untuk maju ke depan lalu menggeser tali wisuda, tapi tidak bisa lagi. Demi menjaga kesehatan dan atas nama keselamatan harus banyak hal yang dilewatkan. 

Anak sekolah tak lagi berkumpul di sudut sekolah. Mereka hanya bertatap melalui media daring. Berjam-jam menghadap gadget atau PC untuk mengerjakan tugas. Kebahagiaan masa mereka terenggut. 

Belum lagi para pesakitan disembuhkan, sudah ada rengekan anak meminta susu kepada ayah yang tak lagi berpenghasilan. Dampak ekonomi dari berbagai macam sektor mulai nyata di hadapan kita. Beberapa pengiat wisata mulai mengibarkan bendera putih sebagai tanya menyerah dan mengaku kalah dengan keadaan. 

Jika kita tidak benar-benar berdamai dengan keadaan, ancaman kecemasan akan datang. Kita sudah bebas dan merdeka tetapi tidak dengan jiwa kita. Ada rasa terpenjara dan terkurung dalam dunia yang amat luas leluasa. Berbagai macam tekanan datang dari segala penjuru. Belum lagi, saat kita menjadi satu diantara sekian ribu orang bergejala. Rasa takut tidak sembuh, rasa takut dikucilkan pasa ada. 

Kita harus bisa menjadi manusia merdeka di tengah prahara pandemi ini. Seandainya tidak dapat mengubah keadaan paling tidak kita harus dapat merubah paradigma. Cobalah merdekakan jiwa. Jangan penjarakan rasa bahagia. Nyalakan lilin harapan untuk menerangi optimisme kita. Kalahkan seluruh rasa pesimis yang ada. Yakinlah, kita hebat dan bisa melaluinya. 

Merdekakan dirimu, jangan terpenjara dengan keterbatasan mengekspresikan rasa. Kalahkan rasa takut, kalahkan rasa cemas, dan menangkanlah seluruh energi negatif yang ada. Kita pasti bisa menjadi manusia merdeka. Merdeka sejak dalam alam pikiran dan jiwa. Tuhan pasti punya rencana. 
Read More

Saat Kamu Marah Sama Orang Tua, Lakukan Hal ini

Dalam lingkaran terdekat pastilah ada konflik dan ketidaksepakatan antar anggota. Tidak serta merta semua satu suara. Meski sudah dibersamai tumbuh sejak dalam kandungan dan cukup mengenal karakter atau sudah biasa dengan gaya bahasa yang diberikan tetap saja ada rasa tidak nyaman dengan sikap ataupun tutur kata. Semua pasti ada titik kulminasinya. Tidak semua perkataan dari orang tua kita yang membuat kita tenang. Ada kalanya perkataan mereka malah menyakitkan atau menjatuhkan mental. Rasa marah dan kesal adalah reaksi wajar atas perlakuan yang tidak baik menurut kita. Tetapi, tetap tidak boleh jika kita harus berlarut-larut dalam kekesalan. Seperti yang disampaikan di awal tadi, kita sudah dibersamai tumbuh sejak dalam kandungan.


Semua kebutuhan sekolah, sandang, pangan, dan papan mungkin masih bisa kita uangkan kemudian kita ganti di masa depan. Ya, uang bisa dicari. Namun, ketulusan, rasa sakit sejak dalam kandungan, air susu yang di alirkan itu adalah hal yang tidak akan bisa ditukar dengan apapun. Meski pada akhirnya kita merawat kedua orang tua saat sudah menua dan tak berdaya tidak akan mampu mengganti semuanya. Tentunya kita meyakini, sejak tangis pertama kita menyapa dunia mereka penuh rasa bahagia. Berjuta harap dititipkan kepada kita. Tidak terbesit sedikitpun dimasa depan untuk menyakiti kita. Bahkan mungkin mereka sudah siap, ketika seluruh dunia memberikan penolakan dan menghujani olokan mereka adalah garda depan perlindungan.


Sekali lagi, marah serta kecewa kita terhadap sikap dan tutur kata orang tua adalah hal manusiawi dan wajar. Sejenak kita menjadi lupa dengan semua pengorbanan mereka karena emosi sesaat. Lalu, kalau kita sedang marah dengan orang tua kita apa yang harus dilakukan?


Pertama, berdiam diri. Kita perlu mengontrol jangan sampai ketika kita marah lalu mengeluarkan kata-kata yang menyakiti mereka. Tetap jaga perkataan. Kalau memang sudah tidak tahan, carilah tempat untuk menepi. Coba untuk berdiskusi dengan diri sendiri atau menceritakan rasa kepada teman terdekat dan terpercaya. Seandainya tidak bisa, tuliskan apa yang saat ini kamu rasakan. Jadi, berdiam diri di sini adalah kamu merenung dan mengurai semua satu per satu.


Kedua, maafkanlah dan mintalah maaf. Meski kita di posisi yang benar, tetap saja kita adalah orang pertama yang harus meminta maaf. Karena siapa tau ketika mengungkapkan amarah kita melukai hatinya. Melukai perasaannya. Kalau dalam siasat perang, mengalah untuk menang. Lupakan dan maafkan sikap tidak menyenangkan itu. Kita tidak pernah tau kan, bagaimana waktu kecil kita sering membuat mereka marah tetapi hanya dalam hitungan menit mereka sudah menyayangi dan memaafkan kita lagi?


Ketiga, sampaikan perasaan jika suasana sudah tenang. Perlu rasanya kita menyampaikan alasan mengapa kita marah kepada mereka. Pas sudah tenang tentunya. Saat kita dan mereka dalam kondisi normal. Sampaikan hal yang tidak disukai dan dengarlah hal yang mereka ingini. Kita juga harus adil dong. Jangan hanya kemauan kita saja yang ingin didengar. Jika memang ada perpedaan maka carilah kesepakatan. Mensepakati pilihan, sikap, dan lain-lain.


Keempat, mintalah doa. Setelah kesepakatan dan kedua belah pihak sudah saling memahami mintalah doa dari mereka. Ingat dan catat baik-baik. Doa seorang ibu kepada Allah itu tak berhijab. Tidak ada yang membatasi doa ibu kepada anaknya. Langsung sampai kepada Allah. Tidak ada kesuksesan seorang anak tanpa doa dari kedua orang tuanya.


Dari keempat langkat tersebut, hal yang paling sulit adalah pada titik memaafkan dan meminta maaf. Karena pada saat itu kita sudah meluruhkan ego dan emosi kita. Kita berhasil dari jeratan rasa kesal. Jangan pernah melampiaskan marahmu pada mereka dengan melakukan hal-hal negatif. Hal itu hanya akan merugikan diri sendiri dan membuat orang tua kita sedih. Tetap bersikap positif. Ambil hikmah dan pelajaran, semua pasti memiliki rahasia kebaikan. Udah marahnya, baikan dooong. Senyum yang manis dan tetep menghormati Ayah dan ibu kita ya...
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.