Gadis Kecil Itu Bernama Zahra

Hari ini aku teringat lagi dengan Zahra. Seorang gadis kecil dari wilayah pedesaan di Kabupaten Temanggung. Usianya masih sangat kecil tapi pengalaman hidupnya telah melampaui usianya. Dia adalah anak istimewa yang hidup bersama ibunya. Sang ayah telah menghadap Sang Maha Kuasa sejak dia masih belum mengenal kata. Tidak selesai sampai disitu, saat hidupnya di dunia beranjak pada bulan hitungan kedua dia sakit panas, kejang dan diam. Sampai akhirnya dia mendapatkan pertolongan sesuai kemampuan orangtuanya.

Apa kau tahu, apa istimewanya Zahra? Dia tidak mampu melihat dengan sempurna. Ada katarak menyelimuti mata kecil miliknya. Sudah dilakukan operasi, tapi katarak itu bagaikan jamur yang dapat tumbuh kembali menutupi bola matanya. Meskipun demikian, Zahra bermimpi untuk menjadi seorang guru. Jangan salah sangka dia bersekolah di sekolah biasa, bermain dengan teman sebaya. Memperoleh rangking pertama kemudian mendapatkan beasiswa. Matanya terbatas tapi dia tidak buta aksara. Matanya terbatas tapi semangatnya membara.

Kini dia duduk di bangku kelas tiga. Sudah mahir membaca Al-Qur’an. Mencintai pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Mungkinkah, hari ini kita akan mengatakan bahwa masa depan orang dengan penglihatan tak sempurna ini hanya akan berakhir menjadi penyanyi atau tukan pijat? Bukankah sangat layak untuknya mendapatkan pendidikan setara dengan temannya. Aku berkhayal suatu hari nanti Zahra tidak lagi dikenal sebagai gadis Low Vision, tapi dia akan dikenal sebagai seorang penghafal dan pengajar Al Qur’an serta ahli dalah sejarah Islam. Bukan hanya bergelar sarjana, bahkan Doktor pun pantas dia sandang.

Dia memang serba tak ada. Ibunya kini hanya seorang janda dengan penghasilan tak pasti ada. Tinggal dengan rumah permanen itupun karena warisan dari mendiang ayahnya. Apa kau kira dia sudah menerima banyak bantuan dari pemerintah? Tidak. Belum ada akses bantuan sosial dari pemerintah untuk mereka. Pemerintah desa sudah berkal-kali mengusulkan namanya, tapi belum da respon dari pemerintah di atasnya. Konon, karena kondisi rumah permanen itu yang menjadi penghalang dia disebut kaum papa. Hari ini aku berkhayal, untuk menanggung biaya sekolah dan hidup Zahra. Dia tak bisa melihat cahaya dunia dengan sempurna tapi aku yakin kelak di suatu masa dialah sumber cahaya untuk dunia.

Kau pantas bersyukur, Zahra. Karena orang disekitarmu sangat menyayangimu. Ibumu, yang hidup menjanda sangat menyayangimu sebagai harta paling berharga yang telah dianugerahkan Tuhan. Teman-temanmu tak segan membantu dan tetap mengajakmu bermain menikmati masa kecilmu. Ada guru yang dengan sabar membimbingmu untuk memahami ilmu. Zahra, semoga seuatu hari nanti kita akan bertemu. Dan jika ada kebaikan yang akan terjadi atas dirimu semoga aku termasuk dari salah satu penyebab itu.
Read More

Sebuah Sinopsis Novel "Sang Guru"

.

Tokoh yang identik dengan pendidikan di Indonesia ini mampu dikemas dengan bahasa yang apik oleh Haidar Mustafa. Dalam kemasan Novel Biografi kita diajak untuk mengenal lebih dekat sosok Ki Hadjar Dewantara. Novel yang cukup padat dan mampu membuat kita lebih dekat dengan penggagas Taman Siswa. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari novel biografi ini.

 1. Pentingnya pendidikan agama bagi anak 

Soewardi kecil merupakan seorang anak dengan kondisi fisik yang sangat lemah. Tubuhnya kecil dan sering sakit-sakitan. Pada usia 5 tahun dia dikirim oleh ayahnya untuk belajar ilmu agama di Sleman. Disana dia memperdalam ilmu agama islam. Setelah tiga tahun belajar agama orang tuanya kemudian menjemput Soewardi, dia akan disekolahkan di sekolah milik pemerintah Belanda. Soewardi sangat bahagia mendengar ini, karena itu menjadi keinginannya. Mendapatkan pendidikan agama sejak dini membuat soewardi lebih dekat dengan Tuhannya. Meskipun secara fisik dia lemah tetapi dia memilki jiwa dan kemauan yang kuat. Dia tumbuh menjadi orang yang berjiwa lembut dan penuh obsesi kebaikan. Itulah yang menyebabkan dia gigih dalam berjuang merebut kemerdekaan. Melakukan apapun dalam hidupnya sebagai jalan perjuangan di jalan Allah. 

2. Memaknai kegagalan

Soewardi adalah anak yang cerdas, hal inilah yang mengantarkannya bersekolah ke STOVIA dengan jalur beasiswa. STOVIA adalah sekolah para dokter, pelajar di STOVIA kelak akan ditempatkan di daerah-daerah terpencil yang rawan dengan berbagai macam penyakit. Kesibukan Soewardi di organisasi Boedi Oetomo dan dunia jurnalistik membuat dia jatuh sakit. Sehingga membuat ketinggalan beberapa pelajaran. Di akhir pengumuman dia tidak naik tingkat dan beasiswanya dicabut. Jika ingin melanjutkan sekolah di STOVIA dia harus membayar sendiri.. Kejadian ini sangat memukul perasaannya. Bayangan wajah kecewa Ayah dan Ibunya senantiasa membayangi. Dia sempat “menghilang” dari Boedi Oetomo karena merasa malu. Oleh teman-temannya Soewardi dikenal sebaga anak yang cakap dan pintar, tetapi sekarang dia tinggal kelas.

Ada dua temannya yang selalu memberikan semangat kepada Soewardi untuk bisa tabah. Mereka intens menemui Soewardi, hingga pada akhirnya Soewardi menemukan rasa percaya dirinya lagi dan menerima kegagalan yang di alami. Hal tersulit untuk Soewardi adalah memberitahukan kegagalannya kepada Ayah dan Ibunya. Tetapi inilah penerimaan orang tua Soewardi yang tidak pernah disangka. Orang tuanya tidak mempermasalahkan kegagalan anaknya bahkan jika memang Soewardi masih ingin melanjutkan sekolah di STOVIA orang tuanya akan membiayai. Tapi hal ini ditolak oleh soewardi, dia akhirnya memutuskan untuk menemui kakaknya yang bekerja di perkebunan milik pemerintah belanda.

Dengan bantuan kakaknya dia akhirnya bekerja di pabrik Gula di daerah banyumas. Dia memang gagal menjadi seorang Dokter, yang dia harapkan menjadi jalan baginya memperjuangkan kemerdekaan dan membela rakyat di tanah airnya. Tetapi dia bangkit dan menemukan jalan lain.

3. Kebijaksanaan dan teladan dalam keluarga untuk pembentukan karakter anak

Keluarga merupakan lingkungan sosial masyarakat terkecil yang memberikan pendidikan pertama bagi anak. Kehangatan keluarga Soewardi dan berbagai macam teladan dari orang tuanya memberikan andil cukup besar dalam pembentukan karakternya. Ayahnya adalah putra sulung dari Kerajaan Pakualaman. Dia terlahir sebagai seorang yang tidak bisa melihat, tetapi dia memiliki banyak ilmu pengetahuan. Agama, seni, sastra, dan budaya. Seharunya dialah yang melanjutkan tahta pemerintahan, karena dia adalah anak pertama. Sikapnya yang tidak kooperatif dengan penjajah Belanda membuatnya harus tinggal di sebuah puri di luar istana. Dia tidak suka dengan cara belanda memperlakukan rakyatnya. Meskipun terlahir sebagai seorang priyayi dia tidak pernah melarang anaknya bergaul dengan rakyat jelata. Baginya, dihadapan Allah semua manusia itu sama yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaan.

Ayah Soewardi telah memberikan pelajaran yang layak untuk anaknya, maka dia selalu percaya anak-anaknya memilih jalan yang benar. Mendukung penuh anak-anaknya untuk turut berjuang merebut kemerdekaan dari penjajahan. Dalam novel ini diceritakan kedua orang tua Soewardi tidak pernah marah atau memukul anaknya. Sebuah keluarga yang hangat dan demokratis begitulah yang digambarkan dalam novel ini.

4. Menulis sebagai alat perjuangan dan corong propaganda

Soewardi mendapat tugas sebagai propagandis di Boedi Oetomo. Dia memiliki tugas untuk mengkritisi segala kebijakan pemerintah Hndia Blanda yang tidak berpihak kepada rakyat melalui tulisan. Tulisan dari Soewardi tajam dan provokatif. Salah satu tulisan yang membuat dia dimasukkan kedalam penjara untuk kali pertama kemudian dikirim ke pembuangan adalah tulsan yang berjudul “Andai Aku Seorang Hindia Belanda”. Tulisan ini mengecam rencna pemerintah Belanda untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Spanyol. Perayaan ini direncanakan dilakukan secara besar-besaran dengan meminta rakyat memberikan sumbangan. Tentu saja hal ini membuat geram para pejuang. Sekembalnya dari tempat pembuangan, Soewardi tetap rajin menulis dan mengkiritik pemerintah Belanda.

5. Meninggalkan Gelar Bangsawang dengan mengganti nama

Embel-embel panggilan Raden Mas yang sering diucapkan sahabat Soewardi membuat dia merasa tidak nyaman. Dia merasa panggilan itu menyebabkan sekat antara dia dengan sahabat-sahabatnya. Akhirnya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat mengganti namanya menjadi KI Hajar Dewantara. 

6. Meluruskan kembali pandangan kita tentang pendidikan 

Pentingnya pendidikan sudah disadari oleh Soewardi sejak dia masih kecil. Semangatnya untuk membuat sekolah untuk rakyat jelata sudah mulai tumbuh sejak dia berusia delapan tahun. Dia berteman dengan seorang rakyat jelata seusianya yang bernama Sariman. Dia pernah berjanji kepada Sariman untuk mengajaknya ke bangku sekolah. Tetapi ternyata hal itu tidak bisa diwujudkan.

Setelah lama dia berjuang melalui jalur jurnalistik, akhirnya dia teringat dengan sahabatnya. Kemudian Soewardi bergabung dengan kakaknya membangun sebuah sekolah yang diperuntukkan masyarakat pribumi. Selang beberapa saat Soewardi membuat sekolah sendiri yang bernama Taman Siswa. Dia ingin membuat sebuah sekolah dengan sistem yang berbeda dari sistem pendidikan belanda.

Menurutnya, sistem pendidikan belanda tidak menempatkan manusia sebagaimana mestinya. Tidak sedikit orang yang sekolah di Sekolah milik Belanda akhirnya nasionalisme terhadap nengerinya menjadi luntur. Baginya, pendidikan adalah ikhtiar untuk mengajak manusia menadi priadi mandiri. Pendidikan bukan hanya sarana transfer ilmu pengetahuan belaka, tetapi diajuga berfungsi untuk membentuk kepribadian anak. Sehingga mereka mampu menyelaraskan diri dengan zamannya. Tujuan utama yang ingin dicapai oleh Ki Hajar Dewantara adalah terbentuknya generasi bangsa Indonesia yang mandiri, penuh daya kreasi, memiliki prinsip hidup yang kuat, dan berbudi pekerti mulia.

Anak-anak yang belajar di Taman Siswa dapat mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemapuannya. Dia sangat berharap melalui pendidikan harkat dan martabat kaum pribumi dapat meningkat dan berdiri sejajar dengan bangsa lainnya. Selain itu dia juga berharap pendidikan yang diterapkan mampu memupk rasa Nasionalisme dan Cinta tanah air. Ki Hajar Dewantara memiliki tiga hal dalam membangun Tamansiswa dan dapat dijadikan refrensi dalam membangun sistem pendidikan:

a.       Tiga Fatwa Pendidikan Tamansiswa

• Tetep, antep, mantep

• Ngandel, Kendel, Bandel

• Neng, Ning, Nung, Nang

b.      Semboyan Pendidikan Tamansiswa

• Ing Ngarso Sung Tulodha

• Ing Madya Mangun Karsa

• Tut Wuri Handayani

c.       Tri Pusat Pendidikan

• Alam Keluarga

• Alam Perguruan

• Alam Masyarakat

Baginya pendidikan adalah alat perjuangan, bukan sekedar menyiapkan generasi untuk memperoleh kemerdekaan tetap juga sebagai saran menyiapkan genarasi unggul dan bermartabat. 

7. Istri yang selalu mendukung cita-cita dan tujuan perjuangan suami 

Dibalik laki-laki hebar ada perempuan tangguh dibelakangnya. Wanita tangguh, kuat pantas dilayangkan kepada Soertatinah, istri Ki Hajar Dewantara. Selang beberapa saat pernikahan mereka, Soertatinah harus mengikuti suaminya ke Negeri Belanda sebagai buangan. Berbagai macam kesulitan harus dihadapi di awal-awal pernikahan mereka. Perbedaan iklim, minimnya uang, dan jauh dari keluarga menjadi ujian pertama atas penikahan mereka. Raden Ayu Soertatinah, seorang keturunan ningrat yang hdup bersahaja. Ketika suaminya memilih pendidikan sebagai jalan perjuangan meraih kemerdekaan dia selalu mendukung suaminya. Honor yang didapatkan suaminya Soertatnah sebagai guru di sekolah milik kakaknya lebih sedikit dibandingkan honor sebagai penulis. Tak jarang Soertatinah dan suaminya makan sepiring berdua karena kondisi yang serba tidak ada. 

Dikisahkan, dua kali Ki Hajar Dewantara meminta maaf kepada Soertatinah. Ki Hajar merasa belum mampu menjalankan peran kepala keluarga dengan baik. Dengan penuh cinta dan kelembutan Soertatinah mampu menenangkan hati suaminya. Di tengah semangat Ki Hajar Dewantara mendirikan taman siswa, dia terkendala biaya. Dengan penuh keikhlasan Sortatinah menyerahkan sekotak perhiasannya untuk dijadikan modal tambahan pembangunan taman siswa. Baginya menemami perjuangan suaminya merebut kemerdekaan sudah menjadi tugas mulia. Dia tidak pernah mengeluh di saat susah, memberikan harta yang dimiliki untuk mewujudkan cita-cita luhur suaminya.
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.