Tampilkan postingan dengan label Lomba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lomba. Tampilkan semua postingan

HOEGENG, GAMBARAN POLISI IDAMAN DARI MASA LALU

Hoegeng, seorang polisi kelahiran 14 Oktober 1421 dikenal sebagai polisi yang bersih dan jujur. Pernah menjabat sebagai menteri Sekretaris Kabinet Inti di masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Kemudian atas permintaan Jenderal Soetjipto, Hoegeng kembali ke kesatuan Polri. Pada saat itu Presiden Soekarno sudah menjelaskan, ketika menerima tawaran kembali ke kesatuan artinya Hoengeng akan turun jabatan. Kedudukannya akan di bawah menteri. Seandainya Hoegeng menolak dipastikan presiden Soekarno tidak akan mengembalikannya ke kesatuan Polri. Tetapi, bagi Hoegeng menjadi menteri atau tidak sudah dianggap sebagai sebuah tugas. Karena prestasinya, pada tahun 1968 dia diangkat menjadi Kapolri. Selama menjabat selalu melaksanakan tugas dengan penuh dedikasi tinggi dan tidak pernah memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi.


Posisi paling sulit adalah ketika lingkaran keluarga terdekat dari seorang polisi meminta bantuan. Inilah ujian, apakah dia akan menggunakan posisinya untuk keuntungan anggota keluarga atau tidak. Tetapi, polisi idaman akan tetap teguh pendirian. Waktu itu putra kedua Hoegeng ingin masuk ke kesatua Angkatan Udara kemudian meminta tanda tangannya. Surat tersebut memang ditandatangani, hanya saja diserahkan sehari setelah penutupan pendaftaran. Saat itu tentu saja sang anak marah dan tidak bisa menerima. Dalam pandangan Hoegeng, sebuah tanda tangan seorang Kapolri pasti akan mempengaruhi hasil tes penerimaan tersebut. Baginya tidak adil bagi calon taruna yang sudah berusaha dengan keras harus kalah dengan tanda tangannya. Hoegeng tidak ingin memanfaatkan posisi dan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.


Masyarakat pasti berharap agar polisi tidak tebang pilih dalam memberikan perlindungan dan keadilan. Siapapun yang bersalah harus mendapatkan hukuman setimpal. Siapapun yang bersalah akan diadili seadil-adilnya. Meskipun orang itu berlindung dibalik nama sosok yang berkuasa. Pernah suatu ketika Hoegeng menghadapi sebuah kasus yang melibatkan anak seorang jenderal. Dia tetap melakukan prosedur penangkan dan pemeriksaan seperti biasanya. Baginya keadilan tidak boleh melihat siapa ayahnya, apa posisinya, siapa saudaranya. Keadilan adalah keadilan. Setiap kesalahan harus dipertanggungjawabkan. Oleh siapapun, dari kasta manapun. Sehingga semua orang akan berfikir dua kali untuk melakukan pelanggaran hukum.


Hoegeng adalah sosok yang menjalankan tugas dengan penuh kejujuran, hal ini sangat perlu diikuti oleh polisi lainnya. Gus Dur pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng". Meskipun Gus Dur hanya menyebutkan nama Hoegeng, tetap ada keyakinan bahwa banyak sekali polisi jujur di negeri ini. Polisi yang meneladani kejujuran Hoegeng. Kejujuran polisi dalam melaksanakan tugas akan membuat wong alit merasa terayomi dan para penjahat berfikir dua kali untuk melakukan aksinya.


Selama menjalankan tugas, Hoegeng dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan cermat. Polisi seperti ini sangat didambakan oleh masyarakat. Mampu menganalisis setiap kasus dengan baik dan meminimalisir salah tangkap. Memastikan seluruh alat bukti yang disodorkan tidak akan terbantahkan sehingga tersangka mendapat hukuman yang sebanding dengan kejahatannya. Kemampuan membaca gestur dan mimik saat introgasi sangat dibutuhkan. Hal ini akan membantu dalam menilai mana yang berbicara jujur, siapa yang berkelit, dan siapa yang sebenarnya berhak mendapat sedikit shock terapi untuk memberikan keterangan dengan benar.


Polisi idaman akan berfikir dua kali untuk menerima "pemberian". Barang pemberian itu sama halnya dengan kuman. Menerimanya berarti mempersilahkan kuman masuk ke dalam tubuh. Kuman yang menimbulkan rasa gatal dan semakin digaruk semakin enak, tapi lama kelamaan dapat menimbulkan nanah bahkan mungkin infeksi. Polisi yang berhati-hati dalam menjaga penghasilan, tidak mudah menerima pemberian dari orang penuh tendensi. Hidup sederhana dan bersahaja akan jauh lebih membuat nyaman dan tenang.


Siapa menyangka di akhir jabatannya sebagai Jenderal berbintang empat tak punya rumah dan kendaraan? Pergi naik bus antar kota, bukan mobil mewah atau sejenisnya setelah purna tugas. Mencari rumah kontrakan setelah meninggalkan rumah dinasnya. Mengembalikan seluruh fasilitas tanpa terkecuali dan tanpa diminta. Mungkin kita akan berpikir, miskin sekali Hoegeng sampai tak memiliki harta. Dia mungkin tak berharta benda, tetapi namanya selalu terkenang sebagai polisi baik dan penuh integritas. Penjahat kelas kakap yang suka menjilat pun tidak akan berani beraksi saat dia masih menjabat. Satu pesannya, selesaikan tugas dengan kujujuran karena kita masih bisa makan dengan garam.


Sudah sepatutnya polisi Indonesia meneladani sikap Jenderal Hoegeng. Bekerja penuh dedikasi dan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Jika sikap Hoegeng diteladani banyak polisi masa kini, Polri yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) akan segera terwujud.
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.