Temanggung dari Masa Ke Masa



            Beberapa hari ini tidak berkutat dengan tulisan ini. Eh, bukan tulisan nding... cuma nyupliki dari berbagai macam sumber aja. Bagi yang baca kalau bisa ngasih masukan tentang tahun-tahunnya masih sangat ditunggu loh.... Maklum, orang jurusan Fisika yang terpaksa merangkai mozaik sejarah he. Fokus tulisan ini adalah Kota Parakan yang merupakan salah satu kota tua di Temanggung dan menjadi saksi pertumbuhan Kabupaten Temanggung.
            Masa kesejarahan dari Parakan dimulai dari masa Mataram Kuno, Mataram Islam (lebih banyak mengungkap kedatangan etnis Tionghoa ke Parakan), Penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang dan Perang Kemerdekaan, dan Paska Kemerdekaan. Berikut uraian penjelasannya:
2.1.2.1.  Masa Mataram Kuno (Hindu) (732 M-1700 M)
Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto daerah Parakan merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di Bulu, Temanggung dan Prasasti Wanua I Rukan di desa Petarongan Kecamatan Parakan. Salah satu sumber sejarah menyebutkan bahwa asal mula nama Parakan dari kata Para Rakai, konon pada jaman Mataram Kuno di daerah ini banyak para Rakai. Parakan menjadi pusat Kota Sima yang pendetanya paling disucikan. Pada masa ini, setelah umat Hindu melakukan ritual di gunung Dieng akan singgah ke Parakan dan meminta petunjuk kepada Rakai yang ada di Parakan.

2.1.2.2.  Masa Mataram Islam (1700-1800)
Pada masa Mataram Islam ini bersamaan dengan datangnya masyarakat Cina ke Parakan. Salah satu dari 3 orang pelarian Cina bernama Lauw Djing Tie menetap dan mengembangkan perguruan Saolin. Pusat perguruan Saolin sekaligus konsentrasi pemukiman warga Tionghoa ada di Gambiran atau di Sebo Karang. Pada masa itu, Lauw Djing Tie bersaing dengan pendekar lokal Kauman. Mereka sempat bertarung untuk membuktikan kedigdayaan masing-masing. Pendekar Saolin ini akhirnya kalah, kemudian masyarakat Tiong Hoa di sana mulai belajar hidup berdampingan dengan rukun dengan masyarakat pribumi. Pemikiran masyarakat pribumi pada akirnya juga terpengaruh dengan banyaknya masyarakat Tiong Hoa di sana. Masyarakat pribumi menjadi lebih terbuka dengan kebudayaan dari luar dan lebih berpikiran luas untuk belajar dari orang lain.
Masyarakatnya begitu mengabdi kepada sang raja yang bertahta. Bangunan yang masih ada sebatas perumahan tradisional dengan denah yang sederhana dan dinding kebanyakan dari anyaman bambu (gedhek, bahasa Jawa) dengan atap limasan atau pelana (dara sepak). Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat melakukan aktivitas ekonomi di pasar Krempyeng yang buka mulai jam 06.00 – 10.00. Pasar Krempyeng ini menempati bagian kosong dari kawasan pecinan.
Kehadiran bangsa Cina ke Parakan memberikan pengaruh baik pengaruh secara fisik maupun non fisik.
1.       Pengaruh Fisik
a.       Perumahan / Hunian
Pada tahun 1700 ada beberapa pendatang yang  membuat bangunan rumah tinggal dengan gaya arsitektur Cina. Berikut nama-nama orang Cina yang membangung rumah dengan arsitktur Cina:
1)       Tahun 1700: Siek Kian Ing
2)       Tahun 1703: Tiong Tiam Tjing (Tony)
3)       Tahun 1790: GoHong Ging
4)       Tahun 1793: Seik Siang I
b.       Fasilitas Umum
a)       Fasilitas Peribadatan
1.       Klenteng
Klenteng sudah ada, tetapi kondisinya masih sangat sederhana. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat ibadah orang beragama Budha
2.       Masjid
Tidak ada masjid yang mendapatkan pengaruh Cina dalam arsitekturnya.
3.       Gerja
b)       Fasilitas Pendidikan
c)       Fasilitas Kontak Sosial dan Olah Raga
d)       Fasilitas Perdagangan
1.    Pasar
Pasar Entho merupakan pasar dengan pusat pasar berada di mulut gang.
2.    Pertokoan
3.    Warung
e)       Fasilitas Pendukung
1.    Gudang tembakau
2.    Gudang penyimpanan barang dengan toko
2.       Pengaruh Non Fisik
a.       Sosial
Kedatangan Cina di Parakan memberikan pengaruh cukup besar.
b.       Ekonomi
Sistem perekonomian di Parakan mendapatkan pengaruh Cina
c.       Budaya

2.1.2.3.  Masa Penjajahan Belanda (1812 – 1942)
Tahun 1819 Kolonial Belanda membentuk Kadipaten Menoreh dibawah kepemimpinan Tumenggung Ario Sumodilogo. Kadipaten Menoreh dibagi menjadi 4 distrik yaitu (1) Kadipaten Lempuyangan; (2) Kadipaten Jetis; (3) Kadipaten Bandongan; dan (4) Kadipaten Menoreh. Pusat pemerintahan Kadipaten Menorah ada di Kadipaten Jetis (salah satu wilayah di Parakan). Pusat pemerintahan tidak di Menoreh karena Menoreh merupakan basis kekuatan Pangeran Diponegoro. Pada jaman ini Parakan mendapat julukan sebagai Litle China Town.
Tumenggung Ario Sumodilogo tewas akibat serangan dari Pangeran Diponegoro. Pada hari Kamis titimongso 5 bulan Haji tahun Be ( 31 Juli 1825 ), Pangeran Diponegoro mengirimkan surat perintah kepada rakyat Kedu yang berbunyi:
“Inilah soerat dari saja Kangdjeng Goesti Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkoeboemi di Ngajogjakarta kepada semua teman saja di Kedoe
Memberitahoekan bahwa negari Kedoe sekarang telah saja minta
Semoea orang, ja’ni semoea orang lelaki, perempoean, besar dan ketjil haroeslah mengetahoeinja
Adapoen orang jang telah mengetahoei surat oendangan saja ini hendaknja dengan segera menjediakan sendjata agar dapat mereboet negari dan membetoelkan agama Rosoel serta mereboet toedjoeh iman
Djika ada jang berani dan tidak maoe mempertjajai boenji soerat saja ini, pasti saja potong lehernja”

Surat tersebut ditanggapi seluruh rakyat Kedu, hanya dua bulan setelah itu meletuslah peperangan besar di daerah kedu, hal itu disebutkan dalam surat Jenderal De Kock ( 28 September 1825 ) kepada Residen Kedu Loe Clereg, yang menyatakan bahwa dalam peperangan itu Pos Selatan Karesidenan Kedu, Kalijengking pada pagi hari diserbu pasukan jumlah besar, dan menewaskan Letnan Hilmer.

Kyai Surodipo anak buah Raden Tumenggung Mertowiryo dari desa Bendan, distrik Purbalingga, Kedu Selatan ikut ambil bagian dalam peperangan itu. Kyai Surodipo menempati Pos di distrik Jetis dan ditugaskan ikut membantu Pasukan Diponegoro untuk melawan Belanda di Parakan pada masa Bupati Raden Sumodilogo ( Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan ). Sampai akhirnya Raden Sumodilogo tewas dibunuh oleh Demangnya sendiri yang bernama Setjapati, seperti disebut dalam autobiografi Pangeran Diponegoro yang berbunyi:

“....ing Kedoe wonte satoenggal - Raden Soemodilogo – ing Parakan nagrenipoen- ingkang tan sedijo goeripo “ ,
“ Mapan ladjeng ing nginggahan saking Ledhok Gowong Ika – Mas Toemenggoeng Ondoroko – ing Gowong Gadjah Premodo “.
“ Ingkang dadijo pangridnjo - Mas Ronggo Prawirojoedo – ing Parakan sampoen prapto – noeljo pinethuk ing judho “ .
“ Soemodilogo koetjiwo – mengokono sampoen palestro – ingkang medjahi poenika – pademangiro prijonggo “.
“ Satjapati  namaniro – woes bedhah Parakan ika - .... “

Parakanpun bedah, pasukan Belanda hancur oleh perlawanan pasukan Diponegoro bersama tewasnya Raden Sumodilogo. Raden Tumengung Ario Soemodilogo tewas oleh laskar Pangeran Diponegoro.  Peristiwa yang terkenal kala itu adalah pertempuran antara pasukan Tumenggung Soemodilogo melawan pasukan Diponegoro yang dipimpin oleh Sentot Alibasjah dan Kyai Maja dan diakhiri kekalahan pasukan Soemodilogo dengan dipenggalnya Mustaka Soemodilogo oleh pemimpin pasukan Diponegoro, yaitu Sentot Alibasjah tapi ada yang berkeyakinan bahwa eksekutornya adalah Kyai Maja. Pertempuran tersebut merupakan bukti nyata politik Devide et Impera yang biasa dipraktekkan Belanda untuk menguasai dan mencengkeram daerah jajahannya.
Sampai sekarang alasan Tumenggung Soemodilogo memutuskan untuk melawan Pangeran Diponegoro masih merupakan misteri karena menurut cerita rakyat yang beredar diketahui bahwa Tumenggung Soemodilogo dan Pangeran Diponegoro masih memiliki hubungan darah karena masih sama-sama darah biru Mataram-Menoreh.

Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh menggantikan Raden Tumenggung Ario Sumodilogo yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, dia kemudian memindahkan Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal;
1)       Adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada sat itu, bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan.
2)       Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi.

Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, lewat residen Kedu kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, maka disetujui dan ditetapkan bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834.

Pada masa penjajahan Belanda masalah perdagangan di Parakan diserahkan kepada orang-orang China. Tembakau dan cengkih menjadi komoditas utama perdagangan. Saking majunya perdagangan tembakau dan cengkih,penduduk di Parakan membuat gudang di kapling rumah masing-masing.

Pemerintah Belanda membangun stasiun kereta api di Parakan untuk mempermudah pengangkutan barang-barang komoditas. Secara fisik, bangsa Belanda memberikan beberapa pengaruh terhadap perkembangan Kota Parakan, antara lain.
1.       Perumahan
Budaya belanda sangat berpengaruh terhadap arsitektur bangunan terutama rumah-rumah disekitar stasiun. Disana banyak rumah berasitektur belanda (rumah yang menghadap stasiun kereta api dan beberapa rumah di gang dalam kawasan pecinan). Namun demikian, rumah yang berasitektur Cina relatif tidak banyak berubah
2.       Fasilitas Umum
a.       Fasilitas peribadatan
1)       Klenteng
Sebelum pendudukan Belanda, klenteng berada di tengah pemukiman mereka (menghadap utara) yang dibangun pada tahun 1872 dengan kondisi sederhana. Di dalam kompleks klenteng itu terdapat mata air yang sangat jernih. Mata air tersebut ada di tepi sungai Leri. Dekat dengan mata air terdapat rumah duka sebagai tempat di semayamkannya jenazah etnis Cina sebelum dikremasi / dimakamkan.
Tidak ada catatan sejarah yang lengkap tentang pemugaran klenteng setelah dibangun tahun 1827. Berita pemugaran klenteng pertama kali dipugar pada tahun 1852,kemudian 1882, dan pada tahun 1940.
2)       Masjid
Tempat peribadatan berupa masjid cukup besar di sebelah barat kawasan sebagai tempat beribadah bagi umat Islam. Masjid selalu menghadap ke timur, sehingga orang-orang cina mempunyai pendirian jika klenteng secara ambo imajiner dengan arah menghadapnya masjid maka konflik dengan orang Islam tidak akan pernah terjadi. Jika pada awalnya klenteng menghadap ke utara, maka klenteng yang baru dipindah ke sebelah timur. Di tepi jalan Suaji menghadap ke barat.
3)       Gereja
Di tengah hunian berdiri gereja protestan bagi pemeluk agama tersebut yang dulu merupakan pngaruh Belanda.

b.       Fasilitas Pendidikan
Di lingkungan klenteng baru terdapat fasilitas pendidikan yang lengkap mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.

c.       Fasilitas Kontak Sosial
Di era ini belum ada fasilitas kontak sosial yang berupa gedung.

d.       Fasilitas Perdagangan
1)       Pasar
Di daerah sekitar jalan Dipongoro terdapat sebuah gang yang menjadi sampel kegiatan jual beli, yang dikenal dengan pasar Entho. Pasar ini ramai dengan transaksi jual beli di pagi hari dan akan surut ketika siang hari. Pedagang di pasai Entho menjual berbagai macam makananan tradisional seperti seperti gethuk, gathot / tiwul dan sebagainya. Selain itu, juga menyediakan kebutuhan sehari-hari seperti sayur-masyur, sembakau dan sebagainya. Di pasar ini penjual membawa sendiri barang dagangannya.

2)       Toko (Komplek pertokoan)
Di sepanjang jalan Diponegoro dan jalan Brigjen Katamso berderet toko dan ruko. Daerah ini merupakan pusat perdagangan di Parakan. Di daerah ini banyak bangunan rumah yang beralih fungsi menjadi ruko atau toko.
3)       Warung
Pada masa ini, warung berada di dalam rumah mereka. Selain itu, warung juga tersebar di pasar Entho.
3.       Fasilitas Penunjang
a.       Gudang Tembakau
Tembakau mempunyai nilai jual yang cukup tinggi, Belanda menjadikan Tembakau sebagai incaran komoditas mereka. Dalam sistem perdagangan tembakau ini, pemerintah belanda menyerahkan kepada orang Cina. Ramainya perdagangan tembakau menjadikan sebagian besar tanah tempat tinggal juga mempunyai fungsi sebagai gudang tembakau.
b.       Gudang penyimpanan barang-barang dagangan toko
Gudang ini untuk menyimpan barang yang dijual di toko mereka,misalnya: took alat /perlengkapan bangunan, took besi, toko peralatan rumah tangga,toko kelontong/sembakau dan sebagainya.
            Transportasi di daerah gudang sangat ramai sehingga sering terjadi kemacetan lalu lintas saat musim tembakau.

2.1.2.4.  Masa Penjajahan Jepand dan Perang Kemerdekaan (1942 – 1945)
Nama Kyai Subukhi atau Kyai Subchi tidak dapat dipisahkan dari perjuangan masyarakat Parakan dalam perang kemerdekaan. Pada tahun 1941 Kyai Subkhi meminta para santri dan pemuda desa untuk mengadakan persiapan perang. Dalam pertemuan tersebut dibentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah di bawah pimpinan Kyai Subchi.

Pasukan yang dibentuk mengalami kendala dalam hal persenjataan. Senjata yang dimiliki oleh santri dan pemuda desa adalah pedang, golok, klewang, keris, tombak, dan sebagainya. Senjata inipun terbatas. Akhirnya Kyai Noer mengusulkan agar pasukan tersebut diprsejatai dengan cucukan (bambu yang diruncingkan ujungnya) –kemudian dikenal dengan bambu runcing- dengan alasan bambu mudah diperoleh. Selain itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah akibatnya sehingga sulit diobati.

Usul ini akhirnya diterima secara mufakat. Hanya saja, menurut Kiai Subchi masih ada kendala, yakni bagaimana membuat rakyat bersemangat dan yakin jika hanya dengan bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi musuh dan meraih kemenangan.
Maka Kiai Subchi pun mengumpulkan pasukan lalu memanjatkan doá agar Allaah Subhanahu WaTaála memberikan kekuatan istimewa kepada pasukan cucukan ini. Doá itu berbunyi : “Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir.”
Pada tahun 1942 Jepang pun datang dan pecah perang besar antara Belanda melawan Jepang. Pasukan Jepang pernah ingin menguasai Parakan, namun dihadang oleh Pasukan Bambu Runcing Kiai Subchi. Dan akhirnya Jepang pun mengurungkan niatnya ke Parakan dan meneruskan geraknya ke Wonosobo. Kabar keberhasilan pasukan cucukan Kiai Subchi menghalau pasukan Jepang ini menjadi buah bibir pasukan lainnya.

2.1.2.5.  Paska Perang Kemerdekaan (1945 – sekarang)
Dalam masa-masa mempertahankan proklamasi kemerdekaan banyak hal yang perlu dicatat. Meskipun dalam kenyataan Jepang telah menyerah, tetapi pasukan-pasukanya masih banyak bercokol di berbagai tempat di wilayah Negara kita. Keengganan mereka untuk segera angkat kaki dari bumi Indonesia minimbulkan kebencian yang berlebihan dihati rakyat. Maka timbullah insiden-insiden kecil yang banyak membawa korban. Yakni dengan gugurnya pemuda-pemuda Indonesia.
Salah satu contoh gerakan massa untuk mempertahankan kemerdekaan adalah di Kecamatan Parakan. Perlawanan dilakukan oleh para Ulama' dan pemuda-pemuda Muslim yang tergabung dalam organisasi Barisan Muslim Temanggung (BMT). Mereka mengorbankan api perjuangan melawan penjajah dengan senjata "Bambu Rincing".
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Magelang masih diduduki Jepang. Pasukan Hizbullah dari daerah Parakan dan daerah Kedu bersatu untuk mengusir Jepang dari Magelang. Dalam pertempuran tersebut  Jepang terlihat sangat ketakutan menghadapi pasukan cucukan yang di pimpin Kiai Subchi. Hal ini menaikan pamor senjata cucukan atau Bambu Runcing.
Sejak itulah, seiring naiknya pamor cucukan, maka sosok Kiai Subchi pun menjadi terkenal. Apalagi pasukannya juga berhasil memukul mundur pasukan Gurkha dari Magelang hingga ke Semarang. Para pejuang kemerdekaan pun berduyun-duyun datang ke Parakan, lengkap dengan bambu runcingnya, untuk menemui Kiai Subchi dan meminta doá nya. 
Para pejuang itu datang dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta sampai kawasan Banyuwangi, dengan naik kereta api yang penuh sesak dengan bambu runcing. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi senjata Jihad Fii Sabilillah yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing  yang dipakai Kiai Subchi sendiri menjadi legenda. Bahkan diminta oleh Museum ABRI untuk dijadikan koleksi bersejarahnya.

Menurut catatan sekitar 10.000 tiap harinya selama sekitar 1 tahun karena yang datang­ ke Parakan pada waktu itu pemuda-pemuda dalam Pulau Jawa - Madura, dan banyak juga dari Luar Jawa. Pada waktu itu kota Parakan : Pagi, Siang, Malam seperti Pasar Malam, bahkan seperti di Mekah, karena antrinya panjang seperti para Jama'ah Haji di waktu Thowaf. Begitu luar biasanya cerita Bambu Runcing tersebut, sampai di Parakan diberi perlakuan khusus oleh Djawatan Kereta Api memberikan kereta luar biasa (KLB) untuk memfasilitasi orang-orang yang datang ke Parakan.

Read More

Belajar Dari Sumbing-Sindoro

Sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar hampir seluruh siswa jika diminta unik menggambar pemandangan pasti akan menggambar dua gunung yang bersebelahan jalan di tengah dan sampingnya ada sawah. Penasaran banget, siapa sih yang mengawali membuat gambar tersebut? Curiga ku sih dia itu orang Temanggung.

Aku yang asli Temanggung baru sadar kalau gambar ala anak SD itu ada di Temanggung. Dua gunung dalam gambar itu adalah gunung Sumbing dan Sindoro. Kata temenku kita bisa melihat penampakan aslinya di daerah Bulu.

Sekilas aku berfikir, sepertinya setiap putra dan putri Temanggung dilahirkan untuk seperti dua gunung tersebut. Terlahir untuk menjadi inspirasi seluruh anak negeri. Sederhana dalam selera tinggi dalam karya (ngutip kata bu Dyah Zuber). Sumbing Sindoro seolah memberi titah kepada kita agar menjadi inspirator kebaikan. Orang tidak perlu mengetahui siapa kita sebenarnya, tetapi karya kita bisa dinikmati dan dimanfaatkan untuk lainnya. Seperti pepatah Arab yang  mengatakan, jadilah kitab tanpa judul. Sumbing Sindoro ingin mengajarkan sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk yang lainnya.

Barangkali, banyak rakyat Indonesia yang tidak mengetahui dimanakah letak Temanggung. Tetapi mereka sudah mampu menggambarkan keindahannya panorama Temanggung. Terimakasih Sumbing-Sindoro. Terimakasih seseorang yang menciptakan gambar pemandangan khas untuk kami.



instania
Read More

Hanya Ada di Temanggung

Setiap daerah di Indonesia pasti mempunyai makanan khas. Jika  menyebut salah satu jenis makanan maka itu cukup mampu membuat kita membayangkan sebuah tempat. Misal, empek-empek, peyem, dawet ayu, dodol, bakpia, gudheg, asinan, kerak telor. Dari beberapa jenis makanan tadi sudah bisa membayangkan daerah yang berbeda bukan?

Nah, Temanggung juga punya loh makanan yang mempunyai level seperti makanan khas di atas. Lebih dari satu malah.

1. Bakso Uleg
Dulu sebelum mencoba makanan ini gue ngebayangin ada beberapa gelinding bakso yang di uleg menggunakan ulekan dari batu itu. Ternyata oh ternyata, bakso  uleg itu semangkok bakso tanpa mi, dengan cabai rawit yang langsung di uleg di mangkoknya. Kita bisa pesan level pedasnya sesuai dengan lidah kita. Kalau pengen level tak pedas juga bisa sih, tapi sensasinya bakalan beda. Kuahnya khas, campuran mericanya kerasa buanget. Pas kalau dimakan di tempat dingin seperti Temanggung. Panasnya merica dan pedasnya cabai gabung jadi satu. Oia, kita juga bisa minta tambahan ketupat kalau tidak kenyang hanya dengan bakso saja.

2. Urap Kenci
Kita bisa mendapatkan makanan ini di sekitar Pikatan Water Park. Kencing merupakan sayuran yang hidup seperti halnya kangkung. Gambarnya nanti di susulin deh. Seperti urapan lain, dia akan dibumbui dengan urap yang terbuat dari kelapa diparut berpadu dengan cabai, bawang, gula, dan kencur.

3. Nasi Goreng Mbako
Ini varietas makanan baru di Temanggung. Saya baru menemukan makanan ini di Kafe Temanggungan. Awalnya ragu memakan makanan ini, khawatir kalau-kalau ada nikotinnya. Ternyata, nasi goreng mbako ini seperti halnya nasi goreng biasa, tetapi di atasnya diberi toping yang mirip rajangan tembakau.

Sebenarnya masih ada lagi sih makanan unik di Temanggung. Misalnya bajingan, entho cothot, empis-empis tapi nanti aja ya bahasnya. Mau siap-siap cap cus neh.



instania
Read More

Parakan: Satu Kecamatan Beraneka Pasar

Parakan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Temanggung. Kecamatan ini biasanya lebih terkenal daripada Temanggung, jadi jangan heran kalau ada yang bertanya "Temanggung sebelah mananya Parakan?" Kayak kita ditanya turis, Indonesia sebelah namanya Bali?

Kecamatan ini mempunyai lebih dari satu pasar. Padahal, kecamatan di Kabupaten Temanggung pada umumnya hanya mempunyai satu atau dua pasar, pasar biasa dan pasar hewan. Berikut nama-nama pasar di Parakan.

1. Pasar Entho
Pasar ini terletak di dekat kali Galeh. Kalau datang dari arah Temanggung ini merupakan pasar pembuka he.... Di pasar ini dijual berbagai macam makanan. Makanan yang dijual berbahan dasar ketela dengan ditambah gula atau campuran lainnya yang kemudian disebut dengan entho.

2. Sarkem (Pasar Kembang)
Pasar ini terletak di mana ya? Haduh aku lupa. Tapi ada yang namanya sarkem kok.

3. Pasar Kayu
Pasar Kayu merupakan pusat penjualan kayu. Tapi kalau aku dulu sering lewat banyak juga burung yang dijual di sana. Nah, kalau letaknya dimana, itu saya juga lupa.

4. Pasar Legi
Pasar Legi ini merupakan pasar tradisional. Di tempat ini ada sebuah peninggalan sejarah yaitu pada gerbang pasar Legi. Kemarin iseng-iseng melihat data peninggalan sejarah di Temanggung, disitu dijelaskan bahwa gerbang pasar Legi merupakan salah satu pusaka.

5. Pasar Darurat
Pasar darurat ini dibangun karena pasar Legi sedang di renovasi. So, sudah ketebak kan bakal berapa lama pasar ini berdiri?

Yups, itu tadi informasi tidak lengkap tentang pasar di Parakan. Kalau ingin tahu info lengkapnya datang aja ke Parakan terus tanya deh sama orang di Parakan. Sungguh tulisan ini tidak informatif wkwkwk....



instania
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.