Diskusi Hati

Terkadang kita perlu berdiskusi dengan diri kita untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi. Sangat aneh jika topeng masih dipakai saat berhadapan dengan cermin. Menelisik lebih jauh tentang kejujuran rasa, menelaah lebih dalam apa yang pantas menjadi kambing hitam penyebab. 

Setiap orang pasti akan menemui titik nadzir terendah dalam perjalanan hidupnya. Dan memiliki cara untuk beranjak dari kedalaman titik itu, bergegas dan mencari cahaya, hingga naik ke atas langit dan kembali menerangi semesta. 

Sedih memang saat tempat yang ingin dijadikan telaga malah memberikan efek beracun pada jiwa. Entah karena tendensi selama ini atau karena suasana hati yang mendekati mati. Rasa sakit yang tetiba menyeruak tak mungkin hadir begitu saja, pasti ada pemicunya. Tidak semua ekspetasi harus terwujud di depan matan. Bukantah seharusnya terkadang harus menjadi kata bijaksana? 

Boleh jadi saat ini yang salah hanyalah paradigma. Titik sudut berbeda membuat semua terasa tak sama. Meluruhkan kata seharusnya untuk hal yang bersifat tak pokok lalu mendiskusikan dengan ego. Paling penting dalam situasi genting adalah, memegang hal yang prinsip untuk menentukan sikap. Tidak bisa hanya menurutkan keinginan dan sudut pandang pada realita yang sangat berbeda. 

Batu tak bisa bertemu dengan batu. Harus ada yang mengalah menjadi air. Biarkan titikan kecilnya menetes dengan perlahan. 

Cahaya..., Ya ...cahaya. Segera bergegas untuk mencarinya. Bergegas untuk mendapatkannya. Mencari telaga untuk kesejukan jiwa. Membasuhnya. Tak mungkin meminta fatwa pada hati yang terselimuti halimun yang mencekam jiwa. 

Jika sudah seperti ini hanya butuh sendiri dan berdiskusi dengan air mata. Biarkan dia bicara pada sesaknya dada. Bukan karena sedang lemah, tapi sedang menyusun kekuatan. Tiap tetesnya tak ubah dengan susunan batu yang akan menguatkan pondasi jiwa dan raga. 

Tidak....air mata bukan tanda lemah dan kalah. Dia tanda akumulasi rasa sakit dan akan menjemput senyum untuk terbit. 

Carilah tempat sepi, menyendiri lah, normalkan lagi kondisi. Meski tak bisa dipungkiri rasa sakit itu tak begitu saja terobati. 
Read More

Saat Kau Menyelam Semakin Dalam

 Yah, sepenggal kalimat yang akan membayangi langkah kaki beberapa waktu ini. Ketika tumpahan rasa kecewa dan gugatan atas ketidak idealan mulai menyeruak ke permukaan. Lalu datanglah sepenggal pesan yang diperantarakan atas nama pertemanan. 

Semakin lama berinteraksi maka, akan seperti seseorang yang berenang ke dalam lautan. Dia akan semakin dalam dan akan semakin mengetahui isinya. Jika selama ini hanya mengenal permukaan, maka lautan dalam menjadi sebuah rahasia. Tapi, setelah perlahan menyelami kita akan melihat apa saja isi benda di dalam sana. Bisa jadi bukan hanya mutiara, tapi tumpukan sampah. 


Di tepi pantai memang akan sangat indah. Disana kita bisa melihat batas cakrawala. Angin bertiup sepoi dan menikmati deburan ombak. Awan berarak di antara birunya langit. Hanyalah mengingat keagungan Allah yang dapat kita lakukan saat melihatnya.

Tapi laut masih tetap menyimpan banyak rahasia. Hanya orang tertentu yang sanggup menyelaminya. Banyak pula perbekalan dan kesiapan yang perlu dilakukan agar sanggup melihat hingga ke dasaran. Setelah menyelam menjadi hak bagi masing-masing untuk menentukan. Tetap bertahan untuk tinggal atau pergi dengan ragam rasa kecewa. 


Tak ada organisasi yang benar-benar bersih dan sesuai idealisme awal pembuatannya. Seperti kealamian laut yang tetap bisa tercemari oleh tindakan tidak bertanggungjawab. Hm..pergeseran menjadi sebuah kemestian karena berjaraknya pendiri dengan penerus masa kini. Jangan mencari ruh dari pendirian karena kadang dia tidak ikut terkubur bersama jasad pemiliknya, tetapi generasi selanjutnya sudah enggan menggunakan. Tak mampu membuat tafsiran.


Tak perlu juga merasa patah hati, ketika idealisme tak bertemu realitas. Ketika keseharusan sudah tak menjadi harus. Kesalahan menjadi lumrah. Saat ini, yang perlu dikembalikan orientasi bukan mereka, cukup dari kita saja. Kita mungkin hanya riak kecil yang keberadaannya tidak akan memberikan pengaruh apapun. Tapi paling tidak bisa membuktikan tentang niat awal dan tujuan. 


Tak perlu risau dengan dukungan dan cara pandang manusia dengan segala yang kita niatkan karena panggilan Tuhan. Seluruh makhluk ciptaan-Nya tak perlu membuat kita terjatuh dan terpuruk. Melukai perasaan. Seandainya seluruh penghuni langit, bumi, dan di antara keduanya tak lagi memberikan sorak dan dukungan tetaplah fokus pada jalan yang kamu yakini kebenarannya.


Bahkan meski kini kamu berada di sebuah rumah yang rusak, atapnya bocor tapi tidak harus dirobohkan. Carilah cara untuk memperbaiki. Pastikan pondasinya masih kokoh. Pastikan pergeseran hanya pada atap bukan lainnya.

Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.