Belajar Dari Tabina, Lagi

 


Mendapatkan gambar ini dari Ustadzah ada rasa haru yang membuncah. Ketika mendapatkan pemberitahuan dari Ustadzah bahwa kamu akan melakukan ujian kenaikan jilid rasanya ingin menangis. Tapi nyatanya gengsiku lebih besar dari keinginan itu wkwkwk. Oh, Ya Allah aku sampai lupa mengucap rasa syukur kepada-Mu. Betapa besar kasih sayang-Mu kepada anakku. Terimakasih Ya Allah, atas kemudahan yang Engkau berikan kepada Tabina dalam memahami secuil ilmu-Mu. Semoga Engkau selalu permudah dia dalam mempelajari agama-Mu hingga kelak menjadi salah satu bagian dari penegak risalah yang telah Engkau turunkan kepada Nabi-mu.


Hai, Tabina... jika suatu hari nanti kamu merasa lelah bacalah tulisan ibumu ini. Bahwa ketika kamu masih berumur 5.5 tahun telah berhasil berjuang dan tekun belajar. Kamu dilahirkan bukan sebagai orang yang mudah menyerah dengan keadaan. Meski berawal dari hal serba kekurangan dan penuh ketidakmampuan tapi darahmu adalah darah pejuang. Tidak pernah menyerah dan terus menyelesaikan semua tantangan. Aku adalah saksi saat kamu baru saja lulus dari balita. Awal masuk ke kelas TK A, teman-temanmu sudah mendapatkan kitab untuk mengaji. Sebagai tanda mereka telah memiliki start lebih awal darimu. Mereka telah memiliki bekal lebih banyak dari mereka. 


Kamu pulang dengan wajah sedih, karena teman-teman sudah berfoto dengan kitab dan kamu belum. Akhirnya, kamu tak merasa lelah untuk belajar dan mendapatkan kitab. Awalan, alfatihahmu pun masih berantakan, sedangkan ada temanmu yang sudah berbekal hafalan lainnya. Aku, ibumu sempat khawatir kamu akan tertinggal. Aku tak bisa meraba perasaanmu seandainya hal itu terjadi. Tapi, sekali lagi kamu menjunjukkan kegigihan. Setiap berangkat sekolah selalu semangat karena memiliki tujuan yang akan dicapai. Di rumah tetap mau murajaah...


Mungkin kamu akan bertanya, kenapa bisa Tabina yang anaknya ibuk dan bapak ketika masuk TK belum bisa apa-apa? Ada beberapa hal, Bin... Pertama, kamu pernah trauma saat belajar mengaji. Kami salah memintamu mengaji bersama teman-teman di desa kelahiran Ibuk. Datang pertama kali di majelis ilmu itu kamu langsung diminta untuk membaca Al Qur'an. Kamu hanya diam saja, karena memang belum bisa. Lalu disuruh pulang oleh guru ngaji pertamamu. Atau akan bertanya, kenapa bukan ibu? Aku tak ingin memaksamu, sebenarnya sudah di ajari tapi sering lupa. Musuhmu belajar adalah smartphone dan TV. Kedua benda itulah yang mendistorsi yang telah kamu pelajari.


Nak. aku percaya kamu adalah anak yang tidak akan mudah menyerah. Hanya sering ragu, dan kamu hanya butuh percaya. Saat nanti kamu butuh orang yang mempercai kemampuanmu datanglah pada ibu. 


Selamat berjuang Tabina, jalan panjang menuju Surga Allah itu tidak mudah maka mintalah Allah untuk meberikan kekuatan dalam melewatinya. 

Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.