Kesaksian Jembatan Progo Temanggung

Bau anyir selalu tercium ketika melewati jembatan di desa Madureso, Temanggung. Warna sungai tak lagi jernih, berubah menjadi merah. Ceceran darah di sepanjang jembatan menjadi jawaban penyebab pemandangan mencekam ini sejak Desember 1948 sampai pertengahan tahun 1949. Hampir setiap dua hari sekali terdengar suara tembakan. Suara mengaduh kesakitan karena siksaan. Sumbing dan Sindoro melihat sedih dari kejauhan.

Tidak usah mencari siapa pelaku tindakan keji dan tak manusiawi. Sudah dapat dipastikan tentara kolonial Belanda sedang menumpahkan amarah kepada TNI kala itu. Bagaimana tidak, seorang mayor jenderal telah memerintahkan prajurit TNI untuk menyerang markas Belanda. Angkuhnya mereka, masih tetap bersikeras berada di tanah merdeka. Penjaga ibu Pertiwi tidak akan tinggal diam, mereka pasti berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Dengan beringas para penjajah masuk ke kampung-kampung, gang-gang sempit, pasar, lalu menangkap siapapun yang dianggap sebagai anggota TNI tanpa konfirmasi dan pembuktian. Semua dilakukan dengan membabi buta. Penduduk sipil dijadikan tawanan dan mendapat perlakuan sangat kejam. Di akhir penyiksaan mereka akan dibawa ke jembatan lalu mata ditutup kain hitam. Upacara penyiksaan dilanjutkan. Mereka meregang nyawa ditimpa timah panas atau ditebas kepala dengan pedang. Dibuang ke sungai lalu hanyut mengikuti derasnya air sungai.

Bukan hanya satu dua hari dilakukan, semua dilakukan selama berbulan-bulan. Bukan hanya puluhan atau ratusan korban, tetapi ribuan. Monumen bercat abu-abu memberikan angka 1.200 pejuang telah gugur. Tapi, angka itu bisa jadi lebih. Karena banyak yang diambil dan belum tercatat.

Aku ta’ ketjewa, aku rela...Mati untuk tjita-tjita sutji nan mulja: Indonesia merdeka, adil,makmur dan bahagia.

Temanggung, 22/12-48-10/8-49

Begitulah tulisan Mayor Jenderal Bambang Soegeng yang tertulis di monumen bambu runcing dekat jembatan. Seseorang yang telah mengobarkan semangat pejuang di Temanggung menumpas penjajah.

Nama para korban mungkin tidak tercatat, jasadnya mungkin telah menyatu di dasar sungai Progo. Tetapi, jasa mereka telah tertulis rapi dengan tinta emas dalam sanubari. 


0 comments:

Posting Komentar

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.