Tusuk Konde End (Membuka Tabir)




"Bapak ibumu sering ritual di kali. Mereka melakukan ritual di dalam air. Hingga kemudian Ratu Pantai Selatan marah mengirim banjir bandang. Jasad Meraka mungkin sudah sampai istana Ratu Kidul. Kamu selamat, dan terdampar di ujung pohon besar dekat kali. Tempat kamu dulu menaruh sesaji." Jawab kakek.

Apa? Ratu pantai selatan? Ini sangat tidak masuk akal dan tidak mungkin sekali. Kenapa aku malah merasa kedua orang tuaku masih hidup, ya. Kuambil tusuk konde milik ibuku. Eh, ternyata bisa diputar. Ada isi di dalamnya.

---
Kuurungkan niatku untuk membukanya lebih dalam. Firasatku mengatakan tidak boleh membuka ini di hadapan Mbah Kakung.

"Lalu, setelah itu Mbah Kakung merawatku?", tanyaku

"Iya, aku mengambilmu dan merawatmu seorang diri. Karena sebenarnya, aku hanya punya ibumu saja di dunia ini. Kurawat kamu dengan bantuan beberapa tetangga. Aku ini laki-laki, kurang telaten merawat bayi. Mbok Sumi yang sering membantu ku", kenang kakekku 

"Terimakasih ya, Mbah...di sisa waktu hidup Mbah Kakung masih mau merawat aku dengan baik. Anak dari orang yang mungkin Mbah tidak suka", kataku sambil terisak

"Nduk, melihat matamu itu selalu mengingatkan aku kepada ibu da Mbah putrimu. Kalian, cantik. Lagipula mana tega aku menyia-nyiakan satu-satunya anggota keluarga yang tersisa", jawab kakek sambil memelukku.

"Mbah, kotak ini boleh buat Suryati?", tanyaku sambil menunjukkan kotak kayu yang berisi foto dan sebuah tusuk konde.

"Boleh, Nduk. Itu memang punyamu. Mbah, merasa lega sudah bisa menceritakan ini padamu. Rasa sakit yang kupendam bertahun-tahun sendirian. Jangan tinggalkan Mbah sendirian, ya?", perkataan yang sangat jarang bahkan tidak pernah keluar dari mulut Mbah Kakung. Perkataan ini mengubah persepsi tentang seorang kakek di mataku. Selama ini aku selalu merasa aku punya Mbah yang kaku, galak, dan tidak mau menerima informasi baru. Tetapi, sekarang aku melihat beliau menjadi laki-laki tua penuh kehangatan dan sayang terhadap keluarganya. 

Kalau kata Kyai Mojo, memiliki kecemburuan terhadap keluarganya. Sehingga muncul rasa ingin melindungi setiap anggota keluarga.

Setelah berbicara dengan kakek, aku izin untuk kembali ke kamar. Rasanya aku lelah sekali seharian ini. Rahasia besar tentang hidupku sudah mulai terkuak. Meski aku masih harus memastikan, upacara apa yang dilakukan oleh ayah dan ibu di dalam sungai? Benarkah mereka dibawa oleh ratu Pantai Selatan?

Kusandarkan badan ke dipan, sambil mencoba membuka tusuk konde ini dengan perlahan. Kalau menurut cerita kakek, tusuk konde ini adalah perhiasan turun temurun keluarga Mbah Putri. Kuputar pelan-pelan, ada kertas di dalamnya. Tetapi aku tidak bisa membacanya. Tidak menggunakan bahasa seperti biasa. Ini tulisan arab, tanpa harokat. Ya Allah bacanya gimana coba. Kyai Mojo belum mengajari aku membaca tulisan semacam ini. Owhh...iya kyai Mojo, besok aku harus menemuinya.

---
Siang hari, sebelum kelas Qur'an a dimulai aku memberanikan diri menemui kyai Mojo. Aku menceritakan apa yang aku dapatkan tadi malam. Kemudian aku bertanya, "Apakah ayah ibu saya akhirnya menjalani kehidupan yang sesat? Sampai-sampai melakukan ritual di bawah air?"

Kyai Mojo terlihat tersenyum saat aku bertanya. Lalu menjawab, "Ayah dan Ibumu adalah sepasang suami istri yang taat. Aku menjadi saksi atas kebaikan mereka. Ritual yang disebutkan oleh Mbah Kakung mu itu adalah sholat di dalam air".

"Lhoh??", Aku sedikit terpejerat dan kaget. 

"Waktu itu untuk melindungi keislaman dari ibumu ayahmu mengajak untuk melakukan itu saat berada di luar rumah. Meski kakekmu pemimpin aliran kepercayaan tetap saja beliau sangat sayang kepada Rukmini. Dia tidak punya kuasa untuk menahan reaksi para anggotanya jika mengetahui Rukmini telah berpindah keyakinan. Akhirnya mereka sholat di bawah air", jelas kyai Mojo.

"Tapi, sepertinya kakek sangat benci dengan ayahku dan tidak suka dengan pernikahan orang tuaku", tanyaku penuh keheranan.

"Iya betul, tetapi sebenarnya Mbah Djati sangat hormat kepada ayahmu. Walau bagaimanapun dia adalah prajuritnya Pangeran Diponegoro. Di mata Mbah Djati, Syekh Ahmad Ali Syakieb adalah abdi dalem dan tamu istimewa untuk keraton. Yang membuatnya tidak suka adalah karena Rukmini jadi meninggalkan "agama" lamanya". Kyai Mojo menjelaskan panjang kali lebar.

"Waktu mereka sedang melakukan sholat di dalam air, tiba-tiba ada banjir bandang. Waktu itu hujan lebat terjadi di lereng sumbing. Sehingga volume air sungai menjadi sangat besar. Tetapi, penduduk mengira itu adalah amukan Ratu Kidul. Padahal tidak seperti itu kejadiannya." Jelas Kyai Mojo.

"Kyai bisa bantu saya untuk membaca ini?", Kutunjukkan kertas berwarna coklat itu kepada kyai Mojo. "Saya mendapatkannya dari tusuk konde yang katanya warisan turun temurun dari keluarga Mbah Putri", imbuhku

Sekejap mata Kyai Mojo nampak terkejut. "Boleh lihat tusuk kondenya?", suara kyai Mojo tampak bergetar. Lalu aku serahkan tusuk konde itu kepada beliau.

Tiba-tiba, air mata beliau menetes kemudian berkata, "Inilah akhir pencarianku selama ini".

"Maksud Kyai?", tanyaku penuh keheranan.

Terlihat Kyai mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Ternyata tusuk konde yang bentuknya sama hanya warna saja yang berbeda.

"Ini adalah tusuk konde yang sama dengan punya ibumu. Tusuk konde ini hanya ada dua di dunia. Dibuatkan secara khusus oleh orang tuaku dan diserahkan kedapa putra dan putrinya. Suatu hari, putri kesayangannya hilang di tengah perjalanan. Aku, mendapat wasiat dari ayahku untuk mencari pemilik tusuk konde itu, kakakku. Ya, Suryati ...kamu adalah cucu keponakanku." Jelas kyai Mojo dengan suara parau.

"Ayo ikuti aku..." lanjut Kyai.

Aku masih syok, ternyata Mbah Putri kakaknya Kyai Mojo. "Owhh... iya kyai", jawabku terbata tak percaya 

Aku dibawa oleh kyai Mojo menuju belakang Langgar. Ternyata disana ada dua makam. Bertuliskan nama Rukmini dan Ali. "Ini malam ayah dan ibu saya?", tangisku sudah tidak bisa dibendung lagi 

"Ya, waktu itu aku melihat jasad mereka. Sengaja aku tidak memberi tahu Mbah Djati. Agar pemakaman mereka bisa dilakukan secara Islam. Aku dibantu beberapa santri dari kota, merawat jenazahnya", jelas kyai Mojo

"Isi dari tusuk konde ini adalah, berpegang teguhlah kepada 5 perkara yaitu rukun Islam. Kamu memiliki darah keturunan kyai Besar di tanah Jawa ini. Cucu keponakanku", pungkas kyai Mojo.

Aku masih terisak, tidak percaya... Kubuka mata, ternyata masih di kamar. Ah.... mimpi aneh apalagi ini. Aku harus menemui kyai Mojo pagi ini juga.

0 comments:

Posting Komentar

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.