Cara kerja masinis tua masih sama seperti membawa kereta era kolonial, like...kereta uap. Padahal zaman telah membawa pada moderenasi. Semua sudah berubah dan semua serba cepat. Masinis tua yang lelah dan sebenarnya sadar dengan usia itu masih keras kepala dengan pemahaman lamanya. Masinis muda yang penuh rasa takdzim dan menghormati yang tua hanya terngaga dan meletakkan selendang semangatnya. Melihat masinis muda tak lagi bersemangat dan bergairah para masinis tua memandang sinis anak muda.
Dengan bangga mereka berkata, "Kalian anak muda yang minta diberi kesempatan sudah kami beri, kan? Kenapa sama saja? Kenapa kereta tetap tidak berjalan?"Mereka tidak sadar ada kalimat toxic yang bermutasi itu menjadi rem untuk menjalankan tugas. Ada tanggapan yang memunculkan rasa kecewa. Ada rasa sia-sia. Perlukah masinis muda mengabaikkan rasa hormat dan menganggap mereka tidak ada?
Matanya sayu, dia lelah.
Di sisi lain ada penumpang gerbong yang idealis, logis, dan realistis. Mereka tak gentar mengungkapkan isi kepalanya. Baginya seluruh gagasan perlu untuk di uji cobakan. Mereka tidak ingin menyesal. Jika nanti semua berakhir setidaknya sudah berupaya dengan apa yang mereka punya.
Masinis muda menanggapi dengan mata berbinar suara lantang dan cara berfikir mereka. Bukan hanya karena mengerti dan melihat ini sebagai angin segar untuk memberanikan diri mengendarai kereta, ternyata..., itu hanya sebagai ekspresi memberi ruang. Bagi dia memberikan tanggapan sudah lebih baik, paling tidak mereka memiliki ruang. Dia berharap ruang itu akan menjaga nyala mereka.
Sekelompok idealis, logis dan realistis itu akhirnya akan berfikir ulang, ruang itu adalah satu gerbong penuh yang diberikan oleh masinis kepada mereka. Tapi ... setelah ditelaah kembali, ruang itu tidak akan membuat kereta berjalan. Mereka hanya ada di gerbong khususu tapi masih jauh dari ruang kemudi. Bisa apa?
Aneh tapi nyata, masinis berharap para penghuni mengikuti seluruh peraturan yang dia buat. Saat semua sudah taat, dia hanya diam. Tidak ada instruksi. Hey! apa maksud kalian wahai para masinis? Apakah maksudnya kami disuruh taat tapi tidak ada perintah. Yakin? semua yang diam dan tiak bersuara itu masih taat? Bagaimana kalian yakin jika tidak pernah diuji coba?
Lalu bagaimana para penghuni gerbong ideologis, logis, dan realistis? Teriakan untuk maju, memperbaiki rel jika memang ada yang salah hanya angin lalu. Bahkan mereka akan mendapatkan stempel sebagai para pembangkang. Hellloww apa coba yang di bangkangi? Ada apa-apa saja tidak, bukan? Seberapapun gerbong itu mencoba dan seberapapun luas ruang yang diberikan pada mereka tidak akan pernah membuat kereta itu benar-benar berjalan.
Untungnya, penghuni gerbong tidak akan pernah berhenti berbuat pada gerbong yang mereka miliki. Bagi mereka, seluruh kata dan tindakan yang tak henti dilakukan bukan hanya untuk menggerakkan kereta. Mereka melakukannya sebagai ejawantah penghambaan kepada Sang Maha. Sebagai bentuk ekspresi cinta. Dan sebagai tanda kepada siapa mereka berpihak. Kebenaran dan janji menegakkan panji akan selalu mereka usahakan. Bukankah tidak ada yang sia-sia di hadapan Allah? Mereka memastikan dipihak siapakah mereka. Ya... mereka adalah tentara Allah yang tidak akan silau dengan pengakuan.
Suguhan drama opelet fatamorgana
0 comments:
Posting Komentar