Asmara Gen Z bukan Sinetron Biasa

Lagi di fase pengen udahan nonton sinetron wkwkwk. Tapi, lama kelamaan ni sinetron malah ngasih banyak insight. Meskipun perlu aku pertimbangkan lagi sih tentang waktu nontonnya. Menimbang lagi wort it nggak antara insight yang aku dapat sama waktu yang aku kasih untuk dapet itu. Mungkin perlu dikurangin durasinya, dicukupkan dengan potongan-potongan saja. 


Menonton Asmara Gen Z ini ga ekspek bakal dapet banyak nilai, awalnya aku kira ini hanya tentang kisah cinta anak Gen Z yang rada gimana gitu. Nyatanya di Sinetron ini aku dapet banyak pelajaran tentang manusia yang sedang berproses menemukan jati dirinya. Bagaimana dia mau belajar dari setiap kesalahan yang pernah dilakukan. Mereka akhirnya bertumbuh, bukan berubah. Seandainya ada perubahan pun tanpa mengurangi keaslian dia. 


Be You... berubah bukan karena orang lain tapi memang dia sadar bahwa dia sekarang tidak pada versi terbaiknya. Tetap menjadi diri sendiri jangan pernah menjadi orang lain. Saat kita mau menjadi diri sendiri maka perlahan kita akan tahu pada sisi mana yang perlu kita upgrade dan mana yang tidak perlu ditumbuhkan.


Dorongan berubah karena suara netizen atau orang disekitar kita pasti akan memberikan dampak yang berbeda dengan berubah karena kesadaran. Perubahan yang perlahan dan dimulai dari hal kecil akan bertahan lama dibanding perubahan secara sporadis. 


Selalu menjadi diri sendiri, tidak perlu menjadi orang lain. Tidak perlu merasa insecure dengan pencapaian atau hal yang dimiliki oleh orang lain. Setiap orang memiliki warna cahayanya sendiri. Masing-masing orang pasti akan bersinar dengan tanpa merusak sinar orang lain. PR terbesar dari kita adalah memastikan sinar itu menyala. Jika diibaratkan dengan lampu maka proses pencarian saklar itu seperti mencari klik atau keyakinan pada kemampuan yang kita miliki. Klik pada peran yang seharusnya kita jalankan. 


The last... Be You. Ini bukan kamu dengan segala aksesoris sehingga menjadi menarik. Tapi karena itu adalah kamu maka semuanya menjadi indah, menarik, berarti, dan berwarna.

Read More

Masinis Tua Pembawa Gerbong Kereta



Alkisah sekumpulan masinis tua tengah memandang gerbong-gerbong keretanya. Dia lelah dan dan sangat merasa tua, tapi saat ada masinis muda yang menjanjikan rasanya belum rela. Masinis muda dengan gelora api yang membara ingin membawa gerbong-gerbong itu segera beranjak. Terlampau lama sudah dia stuck, berhenti dan selalu terjebak dalam keindahan nostalgia masa lalu. Darah muda yang mendidih itu seketika membeku karena tatap remeh masinis tua yang masih terjebak dalam keberhasilan masa lalu. Sekarang sudah lebih baik jika dibandingkan sejak pertama mereka menjadi masinis kereta.


Cara kerja masinis tua masih sama seperti membawa kereta era kolonial, like...kereta uap. Padahal zaman telah membawa pada moderenasi. Semua sudah berubah dan semua serba cepat. Masinis tua yang lelah dan sebenarnya sadar dengan usia itu masih keras kepala dengan pemahaman lamanya. Masinis muda yang penuh rasa takdzim dan menghormati yang tua hanya terngaga dan meletakkan selendang semangatnya. Melihat masinis muda tak lagi bersemangat dan bergairah para masinis tua memandang sinis anak muda. 

Dengan bangga mereka berkata, "Kalian anak muda yang minta diberi kesempatan sudah kami beri, kan? Kenapa sama saja? Kenapa kereta tetap tidak berjalan?"Mereka tidak sadar ada kalimat toxic yang bermutasi itu menjadi rem untuk menjalankan tugas. Ada tanggapan yang memunculkan rasa kecewa. Ada rasa sia-sia. Perlukah masinis muda mengabaikkan rasa hormat dan menganggap mereka tidak ada? 

Matanya sayu, dia lelah. 

Di sisi lain ada penumpang gerbong yang idealis, logis, dan realistis. Mereka tak gentar mengungkapkan isi kepalanya. Baginya seluruh gagasan perlu untuk di uji cobakan. Mereka tidak ingin menyesal. Jika nanti semua berakhir setidaknya sudah berupaya dengan apa yang mereka punya. 


Masinis muda menanggapi dengan mata berbinar suara lantang dan cara berfikir mereka. Bukan hanya karena mengerti dan melihat ini sebagai angin segar untuk memberanikan diri mengendarai kereta, ternyata..., itu hanya sebagai ekspresi memberi ruang. Bagi dia memberikan tanggapan sudah lebih baik, paling tidak mereka memiliki ruang. Dia berharap ruang itu akan menjaga nyala mereka. 


Sekelompok idealis, logis dan realistis itu akhirnya akan berfikir ulang, ruang itu adalah satu gerbong penuh yang diberikan oleh masinis kepada mereka. Tapi ... setelah ditelaah kembali, ruang itu tidak akan membuat kereta berjalan. Mereka hanya ada di gerbong khususu tapi masih jauh dari ruang kemudi. Bisa apa?



Aneh tapi nyata, masinis berharap para penghuni mengikuti seluruh peraturan yang dia buat. Saat semua sudah taat, dia hanya diam. Tidak ada instruksi. Hey! apa maksud kalian wahai para masinis? Apakah maksudnya kami disuruh taat tapi tidak ada perintah. Yakin? semua yang diam dan tiak bersuara itu masih taat? Bagaimana kalian yakin jika tidak pernah diuji coba? 


Lalu bagaimana para penghuni gerbong ideologis, logis, dan realistis? Teriakan untuk maju, memperbaiki rel jika memang ada yang salah hanya angin lalu. Bahkan mereka akan mendapatkan stempel sebagai para pembangkang. Hellloww apa coba yang di bangkangi? Ada apa-apa saja tidak, bukan? Seberapapun gerbong itu mencoba dan seberapapun luas ruang yang diberikan pada mereka tidak akan pernah membuat kereta itu benar-benar berjalan. 


Untungnya, penghuni gerbong tidak akan pernah berhenti berbuat pada gerbong yang mereka miliki. Bagi mereka, seluruh kata dan tindakan yang tak henti dilakukan bukan hanya untuk menggerakkan kereta. Mereka melakukannya sebagai ejawantah penghambaan kepada Sang Maha. Sebagai bentuk ekspresi cinta. Dan sebagai tanda kepada siapa mereka berpihak. Kebenaran dan janji menegakkan panji akan selalu mereka usahakan. Bukankah tidak ada yang sia-sia di hadapan Allah? Mereka memastikan dipihak siapakah mereka. Ya... mereka adalah tentara Allah yang tidak akan silau dengan pengakuan.


Suguhan drama opelet fatamorgana 
Read More

Proud Of You, Tabina

Siapa tau setelah menulis ini suara berisik di kepala jadi berkurang wkwk. Ternyata aku serajin itu mengabadikan momen pertumbuhanmu, Bin. Jadi, aku pikir rasa haru berbalut ledekan ke Bapakmu harus ibu keluarkan juga. Ada apa tuh? Sampai ibuk sebangga itu? Iya, kamu sudah menyelesaikan hafalan 1 juz Al Qur'an. Bukan tanpa drama, drama banget malah. Ibuk yang memiliki kesabaran setpis tisu dibagi tiga ini terkadang juga merasa bersalah saat menemani proses yang sedang kamu lakukan. 

Saat menemani Tabina hafalan, kadang ibuk merasa sedang berkelahi dengan keinginan ibuk sendiri. Ada satu saat yang ingin memberikan ruang agar kamu bisa menikmati proses. Tapi, kadang ada dorongan ilmiah yang mengatakan Tabina bisa lebih dari itu. 

Ah....kamu yang setelah banyak waktu main tersita mengeja ayat demi ayat akhirnya berdiri di panggung sederhana itu. Berdiri paling pojok belakang, karena paling tinggi 😆. Pegang mic (?) sumpahhh ini adalah moment yang membuat ibuk dag-dig-dug. Pecah kan konsentrasi, antara mau terharu SMA rasa khawatir kalau Tabina lupa ayat atau lirik lagu. Untungnya kamu pinter, Bin. Akan diam saat lupa. Keren yaaa bisa sadar kalau aku lupa. Nggak maksa untuk menyuarakan ingatan, udah ada semacam alarm yang bilang bagian ini kamu lupa dan ga bisa wkwk. 

Hal yang membuat deg-degan parah saat munaqasah. Kok ya... ustadzah itu menyebut nomermu, nomer 24. Tau ga? Ada jiwa dokumentasi yang pengen mengabadikan momen itu, tapi disisi lain juga kaget gitu. Apalagi saat ditanya nama kamu malah lupa. Hah? Terus gimana kalau sama ayatnya lupa? Etapi, ada bisikan dari hati ibuk, kalau dia bisa aja lupa nama tapi bukan ayat. Ahhh ternyata tetep lupa ayat juga di pertanyaan pertama. Setelah diulang...ahhh kereeen ternyata ingat. Gimana ibuk ga terharu cobaaa. 

Anak bayi yang gembul itu...sekarang sudah menyelesaikan juz pertama dalam hidupnya. 

Bin, dengerin ya... Ibuk memasukkan kamu ke kelas Tahfidz bukan untuk mahkota di surga. Bukan biar ibuk dapat previlage menghuni surga jalur anak hafal Al Qur'an. Bukan. Ini adalah bekal untuk Tabina menghadapi dunia. Ibu tidak pernah tau zaman seperti apa yang akan kamu hadapi, tapi satu keinginan ibuk..kamu tetap dalam agama Allah apapun kondisi zaman itu. Dan Al Qur'an itu akan jadi pedoman hidupmu. Bukan hanya menghafal tapi kamu juga memahami arti dan mengimplementasikannya. 

Suatu hari, saat kamu yakin kamu ada Da'i pemahaman tentang Al Qur'an ini adalah sarana untuk mengajak orang mengingat Allah. 

Ibuk sayang dan bangga sama Tabina. 
Proud Of You....

*Catatan ibu biasa yang sedang belajar menjadi ibu dengan doa yang hebat. 
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.