Elegi Senja Hari



Gemericik air hujan menyapa lembut tanah gersang. Menghampiri dedaunan memberikan harapan kepada seluruh penghuni alam. Para petani kopi masih di antara harap dan cemas, apakah bunga akan menjadi biji atau hilang pergi begitu saja. Para penjaga pintu sungai penuh siaga, terus mengamati air tumpah atau hanya singgah sementara.

Dingin dan angin menjadi teman kala senja. Suara alam mulai berbunyi memberi tanda untuk segera kembali berkumpul bersama keluarga. Merangkai hangat saling bercengkrama. 

Menelisik jendela, petani nira masih berlarian sepanjang jalan. Berharap tidak bertemu gelap, agar tetap tepat bertemu dengan Sang Maha. Bukti syukur atas limpahan kebaikan. Lisan basah mengucap untaian kesyukuran, berapapun yang didapatkan. Senyum anak dan istri mengembang, bahagia besok bisa kembali membeli seragam sekolah. 

Elegi Senja ini, mengiring hati menemukan ketenangan atas segala ketetapan. Berdamai dengan segala keadaan. Menerima segala jenis suratan. Biarlah larut segala rasa hingga dia menemukan titik setimbangnya. 

Terlalu gaduh isi kepala, mengguncang titik amfibi. Ingin berlari, bergegas, dan pergi. Pecundangkah rasa ini? Namun jika bertahan goncangan semakin membahayakan serasa akan menjebol benteng pertahanan logika yang selama ini disemai dengan berbagai macam ayat dan kisahnya. 

Terkadang bertanya, dunia sudah berubah apakah aku tidak bisa menerima? Apakah sesuatu yang awalnya dianggap aksioma tak lagi bersifat mutlak sebagaimana awalannya? Akukah yang akan menjadi purba karena terlalu naif dengan kondisi saat ini? Merasa menjadi orang sok suci dan miskin kontribusi karena perbedaan sudut pandang persepsi. 

Tetapi, hati terdalam selalu membisikkan, "Pembawa cahaya akan selalu dengan sinarnya. Hanya beberapa manusia telah meninggalkan sesuatu yang bersifat seharusnya". 

Beberapa? Iya, beberapa saja, anggap saja begitu adanya. Pembawa cahaya akan tetap membawa nyala harap bagi semesta. Menyelamatkan bumi tanpa menampakkan diri. Pembawa cahaya tak akan tetap ada hingga dunia tak lagi berada pada posisinya.

Bertahanlah dan tetap menjadi bagian dari pembawa cahaya. Nyalakan lentera dengan setitik nilai yang kau punya. Jika malam semakin gelap sebentar lagi fajar akan menyingsing memberikan sinarnya. 

Elegi Senja hari, memberikan ribuan makna. Berhentilah sejenak dan sesaplah energi semesta. 
Read More

Qum Yaa Hudzaifah!




Qum, Yaaa Hudzaifah! 

Beberapa hari terakhir ini selalu terngiang dengan kalimat itu. Sebuah kalimat yang disampaikan oleh Rasulullah kepada Hudzaifah saat terjadi perang khandaq atau perang parit. Dikisahkan bahwa suasana perang Khandaq sangat mencekam. Tidak ada baju hantam sebagaimana perang yang lainnya maka, tidak mengherankan jika perang Khandaq juga disebut dengan perang urat syaraf. Pasukan Quraisy tentu sangat terkejut dengan sambutan kaum muslim. Mereka sudah berharap akan berhasil menggempur kaum muslim langsung ke Madinah, tapi parit arit sepanjang 5544 meter, selebar 4,62 meter dan kedalaman 3,234 meter menyambut mereka. Strategi buyar.

Kondisi saat itu sangatlah dingin dan mencekam. Hingga ketika Rasulullah bertanya kepada para sahabat, adakah yang bersedia menyusup ke barisan pasukan Quraisy tidak ada satupun yang mengajukan diri. Bahkan, Rasul sampai bertanya sebanyak tiga kali dan hasilnya sama. Tetap tidak ada. Kemudian beliau bersabda, Qum Yaa Hudzaifah! Mendengar namanya disebut serta merta dia bangkit dan langsung melaksanakan perintah untuk menjadi telik sandi. Hudzaifah tidak menawar, dia langsung sigap dengan ketaatan penuh menjalankan perintah Rasulullah. 

Dan Hudzaifah ini selalu menjadi contoh bagi sikap ketaatan seorang anak buah kepada pimpinan. Saat berada dikawasan kaum Quraisy dia memiliki kesempatan membunuh Abu Sufyan, tetapi tidak dilakukan karena tugasnya hanya mengintai. Ketika kecurigaan pasukan Quraisy tentang adanya penyusup lalu melakukan inspeksi tentara dia bisa lolos dengan mudahnya. Bagaimana cara dia menyikapi perintah dan menjalankan tugas dengan sangat rapi dan baik? Ketaatan dengan pemahaman yang penuh mampu memunculkan kecerdasan dan ketenangan dalam bertindak.
 Sebuah pertanyaan lain kemudian muncul, adakah pada masa sekarang orang seperti Hudzaifah? Yang dia melakukan perintah dengan penuh kebahagiaan, bersegera tanpa mengenal kata tunda dan tidak ada suara tak penting yang mengiringi? Ada, pasti masih ada. Lalu, kenapa sekarang jarang ditemui, sosok seperti Hudzaifah? 

Bagaimana kalau pertanyaan kita balik, adakah pemimpin sekarang yang seperti pemimpinnya Hudzaifah? Pemimpin dengan pancaran ketaatan kepada Allah yang tergambar jelas. Meski lembut tetapi kuat dan memiliki ketajaman berfikir. Mampu mendirect "anak buah" untuk mewujudkan visi besar. Menyayangi para pasukan dengan penuh ketulusan. 

Kita perlu meyakini, sesosok Hudzaifah pasti akan ditemui kembali asalkan ada seseorang yang mencontoh Rasulullah memimpin. 
Read More

Review Buku : Seni Memahami Perasaan Anak

seni-memahami-perasaan-anak-inspirasitani



Judul Asli    : Mom's Talking Practice

Penulis         : Park Jae-yeon

Penerjemah  : Putri Permatasari

Penerbit       : Kepustakaan Populer Gramedia

Tahun           : 2021

Halaman       : 289


Saatnya mengakhiri hibernasi dengan mereview buku seputar parenting. Sudah lama sebenarnya buku ini bertengger di rak buku namun, ada sedikit rasa enggan ketika mau membacanya. Bukan enggan sih, lebih ke rasa takut. Iya, takut kalau ternyata setelah membaca buku ini kemudian menemukan fakta bahwa selama ini telah menyakiti perasaan putri sulungku. Sebagai seorang ibu terkadang lepas kontrol sehingga suara beberapa oktaf harus dikeluarkan. Apalagi ketika si Tabina berkata nanti ibuk bisa menjadi ibu naga wkwkwk. Rasa takut menghabiskan buku ini pun semakin menjadi.

Bagian Pertama: Memahami dan Berempati pada Diri Sendiri Sebagai Seorang Ibu

Kubuka lembaran pertama, bukan rasa takut yang muncul tapi rasa haru. Penulis mengajak pembacanya untuk memahami dan berempati pada diri sendiri sebagai seorang ibu. Sejak lahir semua manusia di bumi telah dikaruniai Tuhan sebuah hati yang penuh cinta untuk orang lain. Hal tersebut yang membuat kita secara alami memiliki keinginan memberi, membantu, dan berbagi. Seolah diingatkan betapa sebenarnya mungkin kita sebagai wanita belum pernah memiliki perasaan setulus ini. Apapun bisa kita berikan kepada anak kita. Rasa kasih sayang kepada anak mengalahkan segala rasa lelah dan sakit. Pastinya para ibu pernah merasakan bagaimana saat mencarikan posisi paling nyaman agar bayi kita dapat meminum air asi dengan nyaman. Pastinya para ibu bekerja tetap akan sigap memikirkan menu makanan yang paling pas untuk anak dan keluarga. Tulisan yang selalu terngiang, apakah kita pernah mencintai setulus ini? Membesarkan dengan sepenuh hati tanpa mengharapkan apa-apa selain kenyamanan mereka. 


Hanya terkadang pola pikir otomatis membuat kita tidak dapat mengekspresikan dengan benar. Pola pikir otomatis akan membuat kita langsung bertindak. Perkataan hanya didasarkan pada pikiran yang muncul tanpa ada proses mencerna di dalamnya. Kita seolah hanya mempercayai bahwa hal tersebut harus dilakukan. Pikiran otomatis akan membuat kita langsung menilai, mengkritik, menekan, mengancam, membandingkan, mewajarkan, mengharuskan, atau membenarkan. Komunikasi semacam inilah yang akan memunculkan luka. Padahal sebelum kita melakukan itu semua hal yang seharusnya dilakukan adalah melepaskan terlebih dahulu rasa khawatir, cemas, ketidaksabaran, mengakui, dan mengenali perasaan diri. Intinya, jangan terbawa emosi saat akan berbicara. Perlu menenangkan diri agar perkataan yang muncul lebih terkontrol dan tidak menyakiti orang lain, terutama anak kita. 


Sama halnya berkomunikasi dengan orang dewasa, berkomunikasi dengan anak juga harus pandai dalam mengungkapkan keinginan. Apabila orang tua mampu memberikan contoh mengungkapkan keinginan dengan baik, kelak anak kita pun akan dapat melakukan hal tersebut. Cobalah untuk mengamati perilaku dengan detail lalu ungkapkanlah perasaan dengan tepat. Jangan hanya melihat sepotong adegan, terkadang anak-anak itu ajaib. Mereka berfikir tidak seperti yang kita fikirkan. Jangan terlalu spontanitas ketahui terlebih dahulu situasi yang dihadapi dengan kepala dingin. 


Untuk dapat membangun hubungan harmonis kepada anak maka perlu terlebih dahulu mengenal diri kita. Hal ini akan membantu kita untuk dapat mengetahui bagaimana cara agar dapat mengetahui bagaimana cara mengendalikan diri. Secara perlahan kita dapat melakukan evaluasi apakah kita membesarkan anak dengan penuh amaran dan kekerasan atau dengan cinta. Cobalah sesekali bertanya pada waktu masih kecil apakah kita pernah membayangkan sosok orang tua ideal? Jika pernah maka waktu ini adalah saat yang tepat untuk mewujudkannya.


Amarah adalah nama lain dari kekhawatiran. Sebenarnya rasa marah ini muncul karena rasa frustasi dengan keinginan yang gagal terpenuhi. Maka, kita perlu cermat memahami penyebab rasa frustasi yang dihadapi. Misalnya saat melihat anak naik ke atas meja, lalu kita marah. Sebenarnya kalimat-kalimat bernada keras itu muncul dari rasa khawatir jika terjadi sesuatu. Kita merasa frustasi karena takut anak terluka dan tidak mampu menjaga dia dengan baik. Melakukan dialog internal akan membantu dalam mengamati apa yang dilihat dan didengar, mengetahui perasaan hati yang sebenarnya, mengerti dan menemukan sumber emosi, dan memahami apa yang dibutuhkan.


Bagian kedua: Memahami dan Berempati terhadap Anak Kita

Pada bagian ini penulis banyak memberikan alternatif kalimat yang diberikan  kepada orang tua dalam menghadapi anak. Mulai dari menjaga perasaan sampai dengan kalimat yang pas saat kedua orang tua akan melakukan perceraian. Atau kekhawatiran anak akan kematian salah satu orang tuanya. Kalimat-kalimat positif. 


Hal paling menarik pada bagian kedua ini adalah ketika penulis menyampaikan tentang kebohongan anak. Beliau menyapaikan bahwa kebohongan sebagai tanda bahwa mereka memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain, mengontrol tindakan, dan emosi meraka sendiri. Misalnya, saat anak terjatuh kemudian dia berkata tidak apa-apa ada kemungkinan dia mengetahui jalan pikiran orang tuanya. Pertama orang tuanya akan khawatir, kedua dia akan dibawa kerumah sakit. Dan dia tidak mau itu terjadi maka mengontrol tindakannya untuk tidak mengerang bahkan rasa sedih yang dimilikinya. Ini merupakan tanda perkembangan anak. Meskipun demikian, sebagai orang tua kita tetap harus jeli untuk mengarahkan anak. Paling tidak dengan memberitahukan bahwa dalam islam berbohong itu tidak boleh kecuali karena tiga perkara yaitu berbohong pada saat perang, berbohong untuk mendamaikan, dan berbohongnya seorang suami kepada istri untuk mendapatkan ridhanya.


Secara garis besar buku ini cukup menarik untuk dibaca oleh orang tua. Saya secara pribadi menjadi lebih mengontrol diri dalam bersikap kepada anak. Memilih kata yang paling pas dan membuat mencoba menanyakan terlebih dahulu sebelum memberikan judge.

Read More

Saat Anak Kita Memiliki Masalah Dengan Teman di Sekolah, Apa Yang Harus Orang Tua lakukan?

Saat anak bermasalah dengan teman di sekolah


Naluri seorang ibu adalah melindungi anaknya. Bahkan ada kalimat ajaib yang harus saya amini, segalak-galaknya seorang ibu tetap akan marah saat anaknya dimarahi orang lain meski itu adalah ayahnya. Lalu bagaimana jika ternyata yang "menyakiti" adalah anak seusianya? Bukan hanya kekerasan verbal akan tetapi juga kekerasan fisik? Berikut beberapa langkah yang dapat diambil.


Kelola Emosi Pertama

Hal yang harus ditunjukkan ketika mendengar cerita anak tentang masalah dengan temannya adalah dengan mengelola emosi dengan baik. Kalau saya secara pribadi jatohnya bukan ingin marah, tapi sedih. Pada masa seperti ini kita akan menyadari bahwa penjagaan ibu terhadap anaknya berbatas. Tetapi, penjagaan Allah tidak berbatas. Bahasa keimanan haruslah menjadi bahasa pertama yang menanggapi peristiwa ini. Pada saat anak kita bermain kemudian temannya menyakiti, pada saat itu juga Allah sedang mengingatkan bahwa di masa depan mungkin akan ada. Sikap kita akan menentukan bagaimana psikis anak dalam menghadapi masalah. Apabila orang tua reaksioner kemudian membela dengan membabi buta bisa jadi kedepan sang anak akan selalu mencari perlindungan ibunya. Padahal, usia manusia tidak pernah tahu. Sebagai orang tua harus dapat menyiapkan anaknya memiliki kemampuan bertahan hidup. Mampu untuk hidup sendiri dan mengambil sikap serta keputusan terhadap hal yang dihadapi. Jika sudah selesai dengan konsep ini dapat lanjut ke step selanjutnya untuk mendegarkan cerita lengkap si anak.


Dengarkan cerita lengkap dari si anak

Kita perlu mendengar secara utuh cerita anak agar dapat menangkap benang merah. Tidak akan pernah ada asap jika tidak ada api. Permasalahan yang muncul pasti memiliki pemicu. Sebelum mendapatkan cerita lengkap jangan menghakimi terlebih dahulu. Usahakan agar tetap bersikap objektif dalam memandang permasalahan. Ketika anak kita mau menceritakan 'hal buruk' yang menimpanya, posisikan bahwa ada kemungkinan dia juga salah. Maka, perlu melakukan klarifikasi kebenaran cerita sang anak. Bukan bermaksud tidak percaya dengan cerita anak, bisa jadi persepsi anak mengenai kejadian tersebut salah, bukan? Saat kita langsung mengungkapkan, "Wah iya temennya salah tuh, Jagan main sama dia lagi, ya?" Tanpa menggali akar masalah itu adalah salah. 


Menyampaikan Hikmah

Kita perlu menjelaskan, terkadang respon seseorang itu muncul karena kita yang salah memperlakukan. Semua hal baik tidak bisa dipaksakan diterima sebagai kebaikan selama kita salah dalam menyampaikan. Ajak dia untuk mengambil pelajaran dari apa yang baru saja dia alami. Jadi, ceritanya beberapa waktu yang lalu Tabina cerita kalau ada temannya yang memukul kepala dengan mainan balok kayu. Kemudian dia menangis karena merasa kesakitan. Auto kaget sebenarnya, saya ibunya saja belum pernah mukul anak, eh ini anak orang mukul sembarangan. Sedih juga sih pengen melow gitu. Tetapi, saat minta dia cerita apa yang sebenarnya terjadi. Coba cerita dari awal. Saya menemukan inti permasalahan mereka. Jadi, temen cowok ini suka menarik jilbab anak-anak cewek. Nah, terus my inces bilang ga boleh narik-narik jilbab. Sepertinya dengan intonasi agak tinggi. Nah, mas yang tadi marah deh jadinya mukul. Seketika saya sadar, saya juga punya andil secara tidak langsung. Saat Tabina bercerita tentang kejadian yang sama, menarik jilbab pada hari sebelum kejadian, saya bilang ke dia untuk bilang sama itu mas-mas. "Jangan narik-narik jilbab. Kita bukan muhrim", begitu kira-kira penggalangan pesan saya ke Tabina. Eh di eksekusi beneran sama dia. Dan posisi pada hari dia dipukul dia sedang membela temannya wkwkwk 


Instrospeksi Diri

Mengingat sepertinya ada pesan dan nasihat yang salah, revisi nasihatpun akhirnya dilakukan. Kitapun harus fair menilai diri kita. Kesalahan bisa jadi berakar dari kita bersikap atau mengajari anak. Hanya bisa berkata besok kalau temannya nakal diingatkan dengan bahasa yang baik jangan teriak atau marah. Sampaikan dengan bahasa yang ahsan. Berasa mirip ibu Nusa Rara bentar sih pas bilang begitu. Tapi sekaligus instrospeksi diri sejenak. Anak itu copy paste orang tua kan terkadang, bisa jadi respon dia ke teman dengan nada tinggi merupakan dampak dari sikap kita ke anak. Ya Allah, pas itu langsung bilang sih ke Tabina, maaf ya Bin tidak bisa seperti Umma nya Nusa dan Rara. Yang selalu sabar dan mengeluarkan petuah bijak atas perilaku ajaib anak-anaknya. Berarti ketika hal tersebut (red: mengalami masalah dengan teman) menimpa anak, maka kita butuh instrospeksi diri. Siapa tahu selama ini ada yang salah dari cara kita mentreatment anak.


Bersikap Objektif dan Adil

Wahai diri, tetaplah bersikap adil dala memandang masalah yang di alami oleh anakmu. Jangan sampai karena besarnya rasa cintamu membuat pembelaan tak mendasar dan mengkebiri keadilan. Semua manusia berpotensi salah pun dengan anak kita dan diri kita.


Membangun komunikasi positif dengan guru

Btw, ga nyalahin gurunya, nih? Entah mengapa hal itu tidak terlintas. Bahkan membuat asumsi bahwa guru lalai pun tak sempat. Mungkin karena sudah ada rasa percaya kepada pihak sekolah. Yakali, pas mau menyekolahkan anak kan sudah menimbang-nimbang. Jarak tempuh rumah dan sekolah untuk ukuran anak TK yang jauh saja rela dilakukan pasti sudah banyak pertimbangan. Bukan sebuah keputusan asal. Melihat penampilan guru yang sudah seperti ibu peri mana sempat berfikir kalau itu adalah kelalaian. Guru manapun tidak ingin ada hal buruk menimpa muridnya. Setiap guru di sekolah tersebut pasti sadar bahwa anak bukan hanya sekadar titipan orang tua si anak, melainkan titipan Allah.

Perlu ditanamkan dalam diri, bahwa anak itu sering bertingkah ajaib dan random banget. Bisa jadi hari ini mereka ribut, bertengkar, nangis-nangisa besok udah hahahihi barengan. Anak satu aja singa sudah sering muncul, nah ini para guru TK apa sabarnya nggak berlapis-lapis? Makanya, tidak terbesit untuk menyalakan guru maupun pihak sekolah. 


Tentunya rasa yakin dan trust yang muncul karena sudah melihat track record. Maka memilihkan sekolah anak haruslah sudah dikulik dengan baik dan benar. Jangan asal, sekolah adalah salah satu fasilitas orang tua kepada anak yang perlu dipertimbangkan kualitasnya. Hal ini penting untuk melahirkan generasi yang lebih baik. Bagi yang penasaran banget dan pengen tahu sekolah mana sih Tabina? Kok bisa bertemu dengan guru titisan ibu peri? Hubungi saja Novi Astuti, kepala sekolah TKIT Fi Ahsani Taqwim Temanggung. Tanyalah kepada beliau apa saja yang ingin ditanyakan. Memang hari gini sudah pembukaan pendaftaran? Ya, kalau minat banget langsung saja kali bisa inden prematur. Boleh kok kayaknya wkwkwk.


Tugas kita mengarahkan agar anak dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian. Saatnya menanamkan pemaknaan hidup sedari sekarang. Anak-anak hebat tidak lahir dari hasil sulapan tapi melalui panjangnya pembelajaran. Tetaplah membangun komunikasi efektif dengan guru atas apapun yang terjadi. Jangan terlalu cepat menghakimi.

Read More

Yuk, Luruskan Niat



Baik, sekarang sesi materi. Sebelum menyampaikan materi inti ijinkan saya untuk bercerita. Kisah ini terdapat dalam salah satu hadits Riwayat Muslim. Dikisahkan saat itu Abu Harairah sedang berada satu majelis dengan Rasulullah. Kemudian, Nabi menyampaikan kisah 3 (tiga) orang manusia yang banyak beramal sholih tetapi tidak beruntung dalam sabdanya.

Pada saat hari perhitungan ada 3 (tiga) orang yang pertama adalah seorang mujahid. Dia senantiasa berperang di jalan Allah. Hingga meninggal di medan perang. Manusia di bumi menganggapnya sebagai seorang mujahid dan pemberani. Hingga saat mengahadap Allah dia menceritakan berbagai macam nikmat yang diperolehnya.

 Lalu, Allah bertanya, “Apa yang telah kau perbuat dengan berbagai nikmat itu?”

Mujahid itu menjawab, “Saya telah berperang karena-Mu sehingga saya mati syahid,” ujarnya.

Allah pun menyangkalnya, “Kau telah berdusta. Kau berperang agar namamu disebut manusia sebagai orang yang pemberani. Dan, ternyata kamu telah disebut-sebut demikian,” firman-Nya.

Allah kemudian memerintahkan agar amalnya dihitung dan akhirnya dia diseret ke dalam api neraka.

 

Orang kedua merupakan seorang alim ulama, selama hidup di dunia senantiasa belajar dan mengajarkan Al Qur’an. Seperti halnya orang pertama, orang kedua ini juga menyampaikan nikmat yang telah dia terima.

Lalu Allah bertanya, “Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmat itu?”

Sang ulama menjawab, “Saya telah membaca, mempelajari, dan mengajarkannya Al Qur’an karena Engkau,” ujarnya.

Namun, Allah berfirman, “Kamu berdusta. Kau mempelajari ilmu agar disebut sebagai seorang alim dan kau membaca Alquran agar kamu disebut sebagai seorang qari.”

Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya, alim ulama itu pun diseret wajahnya dan dilempar ke neraka.

 

Orang ketiga merupakan seorang dermawan. Dia menggunakan kekayaannya untuk membantu banyak manusia. Sepeti halnya orang pertama dan kedua,

Allah bertanya, “Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmat itu?”

Sang dermawan menjawab, “Semua harta kekayaan yang aku punya tidak aku sukai, kecuali aku sedekah karena- Mu.”

Allah berfirman, “Kamu berdusta. Kamu melakukan itu agar orang-orang menyebutmu orang dermawan dan murah hati.”

Sang Dermawan itu bernasib sama dengan dua orang sebelumnya.

Rasulullah menepuk paha Abu Hurairah sambal bersabda,Wahai Abu Hurairah, mereka adalah manusia pertama yang merasakan panasnya api neraka jahanam pada hari kiamat nanti.”

 

Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari ketiga kisah tersebut?

Ya, setiap manusia akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa dia berniat karena ingin mendapatkan Ridha Allah maka dia akan mendapatkannya, tetapi saat dia hanya mencari gemerlap dunia maka diapun akan mendapatkannya. Niat itu berada pada kedalaman hati dan hanya Allah yang dapat melihatnya. Niat menjadi hal penting dalam beramal. Seperti dalam Hadits Riwayat Bukhori Muslim,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.”

Sekali lagi, hadits ini menegaskan bagaiman kedudukan niat sangat penting dalam beramal. Maka dari itu, adek-adek sekalian mari kita mulai meluruskan niat saat menghadiri majelis ini. Kita luruskan niat karena ingin mendapatkan Ridha Allah, ingin mendapatkan cinta dari Allah.

Bagaimana jika amalan tercampur Riya’?

·       Jika riya’ ada dalam semua ibadah, riya’ seperti ini hanya ditemukan pada orang munafik dan orang kafir.

·       Jika ibadah dari awalnya tidak ikhlas, maka ibadahnya tidak sah dan tidak diterima.

·       Niat awal dalam ibadahnya ikhlas, namun di pertengahan ia tujukan ibadahnya pada makhluk, maka pada saat ini ibadahnya juga batal.

·       Niat awal dalam ibadahnya ikhlas, namun di pertengahan ia tambahkan dari amalan awalnya tadi kepada selain Allah –misalnya dengan ia perpanjang bacaan qur’annya dari biasanya karena ada temannya-, maka tambahannya ini yang dinilai batal. Namun niat awalnya tetap ada dan tidak batal. Inilah amalan yang tercampur riya.

·       Jika niat awalnya sudah ikhas, namun setelah ia lakukan ibadah muncul pujian dari orang lain tanpa ia cari-cari, maka ini adalah berita gembira berupa kebaikan yang disegerakan bagi orang beriman (tilka ‘aajil busyra lil mu’min, HR. Muslim, no. 2642 dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu) (Lihat Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah karya Syaikh Shalih Alu Syaikh hlm. 25-27.)

 

Pahala dari Allah besarannya bergantung pada tingkat niat seseorang, seperti kisah tiga orang tadi. Mereka sepertinya sudah sangat maksimal tetapi kedalaman niat ternyata Allah mengetahui dan memperhitungkan segalanya dengan detail.  Yuk, luruskan niat. Teruslah beramal sholih dan memperbaiki niat.


 Tulisan ini telah disampaikan oleh tim pengisi Kajian Muslimah di SMA Negeri Pringsurat Kabupaten Temanggung


Read More

Review Buku Stifin Personality (Peta Kecerdasan dan Jalan Kembali)



 Penulis : Farid Poniman

Penerbit : Yayasan STIFIN

Tahun terbit : 2017

Jumlah Halaman : 137


Sekilas Tentang STIFIn

Hal pertama yang dilakukan oleh petani dalam menanam adalah memastikan jenis bibit yang akan dirawat. Memahami jenis bibit tanaman menjadi penting karena akan memberikan pengaruh dalam penyediaan media tanam, cara perawatan, mencari pupuk yang pas, dan peersiapan pengolahan. Sebagai orang tua kita selayaknya petani tersebut. Anak adalah anugrah dari Allah, sebuah titipan yang harus dirawat dan dijaga agar dia dapat menjalankan tugas dari Tuhan. Setiap orang telah diberi bekal yang unik agar dapat menjalankan tugas tersebut.


Selama ini mungkin dari kita bertanya-tanya, bagaimana cara mengetahui bakat anak dari usia kecil? STIFIn ini jawabannya. Tes ini dapat dilakukan pada anak usia minimal 2 tahun. Tes STIFIn merupakan salah satu tools untuk mengetahui bekal Tuhan yang dimiliki seseorang. Berbantukan alat dengan akurasi tinggi diklaim dapat menunjukkan given atau pemberian Tuhan kepada manusia. 


Bagaimana cara kerja dari tes STIFIn? Tes ini dikenal juga dengan istilah tes sidik jari, sesuai namanya, proses pelaksanaan tes cukup dengan menempelkan kesepuluh jari ke alat yang sudah disediakan. Kemudian, tunggu beberapa saat maka hasil akan didapatkan. STIFIn akan mendefinisikan hasil kedalam lima mesin kecerdasan yaitu, Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, dan Insting. Dari kelima mesin tersebut ada yang bersifat introvert dan ekstrovert, kecuali Insting. Jadi, secara keseluruhan ada 9 tipe kepribadian manusia menurut tes ini: Sensing Introvert (Si), Sensing Ekstrovert (Se), Thinking Introvert (Ti), Thinking Ekstrovert (Te), Intuiting Introvert (Ii), Intuiting Ekstrovert (Ie), Feeling Introvert (Fi), Feeling Ekstrovert (Fe), dan Insting 


Bagi orang tua yang berharap anaknya telah menentukan peta hidup pada usia 14 tahun, melakukan tes bakat dan minat pada anak dengan STIFIn cukup recomended. Tes yang dilakuka kepada anak usia dini akan membantu orang tua dalam melakukan komunikasi dan mempersiapkan masa depan anak. Meskipun sudah melakukan tes ini sebagai orang tua tetap harus menyediakan beragam aktivitas agar anak mendapatkan pengalaman yang lebih banyak.


Penjelasan Isi Buku

Kehadiran buku ini menjadi pelengkap penjelasan bagi sesiapa yang sudah melakukan tes. Bagi orang tua akan cukup membantu orang tua dalam memahami tingkah laku anak. Secara garis besar  terdiri dari 10 bagian, di setiap bagian terdapat semacam kisah sukses orang dengan mesin kecerdasan tertentu.

Bagian pertama, menekankan bahwa setiap orang memiliki peluang untuk sukses, asalkan dia mau fokus dan berusaha. Akan tetapi, antara orang yang sudah menyadari potensi kekuatan pada dirinya akan berbeda dengan orang yang belum. Manusia sudah diberikan benih berupa bakat oleh Allah kemudian tugasnya adalah merawat dan menumbuh suburkan benih tersebut. 

Bagian kedua, menerangkan antara kecerdasan dengan kepribadian. Di sini penulis menerangkan lebih detail mengenai komparasi teori kecerdasan dan kepribadian terdahulu dengan teori yang ada pada STIFIn. 

Bagian ketiga, menjelaskan mengenai mesin kecerdasan STIFIn. Pada bagian ini sudah mulai diterangkan tentang konsep pembagian lima mesin kecerdasan dalam STIFIn. Penulis menjelaskan mengenai  keseharian dari masing-masing mesin kecerdasan. Hal paling menarik bagi saya adalah  penjelasan mengenai lima Matra Kecerdasan, yaitu:

  • Matra Personalitas, matra ini menggambarkan bahwa kita berada pada level mengetahui setiap manusia memiliki kelebihan dan juga kekurangan.
  • Matra Mentalitas, saat manusia pada level ini maka dia akan mampu menerima dan menyadari perbedaan serta keunikan setiap individu. Bukan sekadar mengetahui tetapi sudah pada level penerimaan.
  • Matra Moralitas, seseorang pada level ketiga akan mampu menerapkan konsep sukses mulia. Menurut Jami Azaini orang yang sukses mulia merupakan orang sukses dan dapat memberikan manfaat bagi orang banyak.
  • Matra Spiritualitas, jika sudah pada level ini maka akan mengukur baik dan buruk dengan patokan hukum Allah. Selain itu, orang pada level ke-empat akan mendayagunakan seluruh potensinya untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada satupun perbuatan yang tidak dilakukan karena Allah.
Bagian keempat, berbicara mengenai sembilan kepribadian STIFIn. Bagian ini menerangkan mengenai kemudi kecerdasan yang terdiri dari introvert dan ekstrovert. Seperti dijelaskan di atas, STIFIn membagi kecerdasan menjadi 9 (sembilan). Nah, di bagian ini penulis menjelaskan mengenai  ciri kecerdasan dari setiap individu. Untuk mempermudah dalam memahami ciri dari sembilan kecerdasan, penulis menuliskan dalam sebuah tabel kelebihan. Hanya saja, pada halaman 47 terdapat tabel yang terpisah. Sehingga, sedikit membingungkan. Menurut saya alangkah lebih baik apabila tabel tidak terpisah. Selain itu, akan lebih jelas apabila di kolom sebelum kepribadian penulis mengelompokkan dalam beberapa aspek. Hal ini akan membantu pembaca dalam memahami penjelasan ciri tersebut.

Bagian lima, membicarakan mengenai potensi kecerdasan. Sebagai pembuka bab penulis memberikan sebuah judul ilustrasi, Animals Schooling. Dengan menggunakan analogi menarik ilustrasi ini menjadi sebuah tamparan bagi pendidikan di Indonesia. Penulis akan mengajak pembaca lebih peka dengan peluang karir dan penentuan sekolah yang sesuai dengan mesin kederdasan anak.

Bagian enam, penulis mengajak untuk fokus pada satu profesi. Penyajian mengenai hidup mengalir dan  hidup terencana ditulis dengan bahasa sederhana dan muda dimengeri. Seseorang yang hidup mengalir akan mengikuti takdir Tuhan dengan tanpa memiliki ambisi dan merencanakan segala sesuatunya. Baginya semua telah ditentukan oleh Tuhan. Lalu, bagaimanakah si hidup terencana? Temukan di buku ini yaa.

Bagian tujuh, melatih bakat dengan pembinaan intensif. Setiap orang membutuhkan guru agar dia dapat berkembang dan bertumbuh. Asalkan mengetahui cara perlakuan dengan benar maka dia akan menjadi pemenangnya. Untuk memudahkan mencari pelatih atau guru sudah disediaka tabel pelatih yang diutamakan dan disegani. Sedikit koreksi pada bagian ini. Penulis memberikan analogi persamaan Fisika, yaitu W = F x s. Dimana s merupakan jarak, padahal dalam konsep fisika s tersebut bukanlah jarak melainkan perpindahan. Lebih tepat apabila ditulis dengan delta s. Bukan hanya mengenai berapa jarak yang sudah dia lalui tetapi juga tentang seberapa jauh dia dari titik awal. Bisa saja jarak tempuhnya adalah 50 m tetapi perpindahan hanya 30 m.

Bagiam delapan, habitat yang sesuai. Diberikan saran habitat alam, sosial, dan industri yang paling pas dengan mesin kecerdasan.

Bagian sembilan, hubungan karakter alam dengan pola komunikasi. Unsur alam semesta, simbol jari, unsur kepemilikan,,, bagaimana pola komunikasi. Hubungan kecerdasan yang diperlukan dan mengalahkan

Bagian sepuluh, kepemimpinan ala STIFIn. Pola kepemimpinan para pemimpin besar yang di judge memiliki mesin kecerdasan tertentu.



Read More

Sebutan-sebutan Allah bagi Orang Bertakwa

Pembeda antara satu manusia dengan manusia di hadapan Allah adalah taqwa. Orang yang paling mulia adalah orang yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya. Tidak ada satupun manusia yang dapat menilai seberapa tinggi derajat manusia lainnya karena, tingkat ketakwaan menjadi rahasia Allah.

Allah memiliki beberapa sebutan orang yang bertaqwa, antara lain:

1.  Rabbani, 

Sebutan Rabbani ini tertulis dalam surat Ali Imran ayat 79 :

{ مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤۡتِيَهُ ٱللَّهُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحُكۡمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَادٗا لِّي مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُواْ رَبَّٰنِيِّـۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ }

"Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu orang yang Rabbani, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!”

Dalam surat di atas dengan sangat gamblang Allah menggambarkan agar kita menjadi orang Rabbani, yaitu yang belajar dan mengajarkan Al Qur'an. Orang Rabbani disebut dengan keluarga Al Qur'an. Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda: 

Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia. ' Beliau SAW ditanya, 'Siapa mereka wahai Rasulullah.' Beliau SAW menjawab, 'Mereka adalah Ahlul Qur'an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).” 

Sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari kalangan manusia, yaitu mereka yang ahli Qur'an. Tentunya kita sangat ingin untuk menjadi bagian dari keluarga Allah. Mendapatkan nikmat berupa berkahnya umur dan senantiasa disucikan. Terdapat lima ciri dari seseorang yang disebut sebagai ahli Qur'an.

1. Senantiasa membaca Al Qur'an
2. Belajar untuk memahami Al Qur'an
3. Berusaha mengamalkan arahan yang ada dalam Al Qur'an
4. Mengajarkan Al Qur'an
5. Mencoba untuk menghafalkan Al Qur'an

2. Mukmin Sejati,

Sebutan lain bagi orang yang bertaqwa adalah mukmin sejati. Seorang mukmin memiliki keimanan yang kuat sehingga dia akan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan Allah. Dalam surat Al Anfal ayat 2-4 Allah telah mendeskripsikan ciri seorang mukmin. 

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ [2] 
ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ [3] أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقّٗاۚ لَّهُمۡ دَرَجَٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ [4]

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. (Yaitu) orang-orang yang melaksanakan shalat dan yang menginfakkan sebagaian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia."

a. Gemetar saat mendengar nama Allah disebut
b. Iman semakin kuat saat dibacakan ayat-ayat Al Qur'an
c. Bertawakal kepada Allah
d. Melaksanakan sholat
e. Menginfakkan sebagian rezeki 


3. Ibadurrahman,  


Dalam bahasan Arab Ibadurrahman berasal dari dua kata yaitu ibad dan arrahman. Ibad artinya hamba sedangkan arrahman artinya maha pengasih. Dalam bahasa Ibadurrahman dapat di artikan sebagai hamba-hamba Allah yang pengasih. Allah menjelaskan sifat dan karakteristik Ibaddurrahman dalam surat Al Furqon ayat 63-67

{وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67) }

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati; dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kehinaan yang kekal.” Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Ciri ibaddurrahman dalam surat tersebut adalah :
  1. Rendah hati
  2. Tidak melayani orang bodoh
  3. Menghabiskan malam untuk melakukan sholat
  4. Senantiasa memohon kepada Alah agar dijauhkan dari siksa api neraka
  5. Tidak berlebihan dalam membelanjakan harta
  6. Tidak kikir

Disarikan dari Kajian Ramadan (Ustadz Harun Ar-Rasyid)

Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.