Tampilkan postingan dengan label Review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review. Tampilkan semua postingan

MILEA, SUARA DARI DILAN

Kurasa sekarang blog ini sudah mulai banyak sarang laba-labanya, tandanya sudah saatnya menulis di blog ini lagi. Plusss rasanya sudah luama tak berakrab-akrab ria dengan kata. Well, pembersih sarang laba-laba pertama adalah sebuah novel dengan judul Milea, Suara Dari Dilan Karya Ayah Pidi Baiq. Novel ini merupakan kelanjutan dari dua novel sebelumnya yang berjudul Dilan:Dia adalah Dilanku Tahun 1990 dan Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991.

Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 dan Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991 menceritakan tentang kisah dua anak SMA yang bernama Dilan dan Milea. Dua novel sebelumnya wajib dibaca sebelum membaca Milea, Suara Dari Dilan. Dalam Milea, Suara Dari Dilan ini mengambil sudut pandang Dilan terhadap kisah kasih mereka. Sekaligus menjawab beberapa hal yang tidak dijelaskan dalam Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 maupun Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1991. Novel ini mengajak pembaca untuk mendengarkan beberapa "klarifikasi" dan alasan-alasan terhadap keputusan yang diambil oleh Dilan. Misalnya alasan mengapa untuk pertama kali mendekati Lia dia pura-pura menjadi peramal (dalam Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990) atau alasan mengapa tiba-tiba Dilan tidak mau menghubingi Lia setelah Lia menyatakan putus dengan Dilan. Dalam novel ketiga ini kita akan mengetahui suara hati Dilan dan bagaimana kondisi Dilan saat itu. Seperti dengan Lia, Dilan juga masih sering merindukan Lia. Meskipun, Dilan sudah punya pacar baru yang masih duduk di bangku SMA (Dilan sudah kuliah dan lagi magang). Membaca novel ini sampai selesai pada akhirnya kita bisa memahami betapa Lia dan Dilan masih saling mencintai. Berakhirnya hubungan mereka adalah tidak lebih karena salah sangka belaka. Pada Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1991, saat Dilan datang ke rumah Lia Dilan mendapati Lia sedang diantar oleh seorang laki-laki yang ternyata adalah teman les nya. Pada saat itu Dilan berfikir Lia sudah bisa move on dari dirinya sehingga dia memutuskan untuk tidak menghubungi Lia. Pun sama saat ayah Dilan meninggal, di samping Dilan berdiri seorang wanita melihat pemandangan tersebut Lia menyangka itu adalah pacar baru Dilan, hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Piyan bahwa Dilan sudah punya pacar baru. Pada akhirnya dalam novel Milea, Suara dari Dilan diketahui wanita tersebut adalah sepupu Dilan.

Pada awal membaca novel ini kita akan dibawa kepada suasana, seolah Dilan dan Milea itu ada. Dengan bahasa yang sangat apik oleh Pidi Baiq melukiskan betapa Dilan diminta oleh dirinya untuk menulis kisahnya sebagai curahan hati Dilan tentang Lia. Seperti diebutkan di awal, dalam novel ini menganggap semua pembacanya sudah membaca Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 dan Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991. Seolah kita adalah teman-teman dari Dilan dan Lia, dan mereka sedang curhat dalam bentuk Novel. Secara isi seperti buku-buku Pidi Baiq lainnya, selalu ada petuah di antara kekonyolan yang dibuat. Yups, pastikan Anda membaca dua novel sebelumnya sebelum membaca novel yang ketiga ini.

Novel Pidi Baiq dengan tokoh Milea dan Dilan ini mengajarkan kepada kita, bahwa tidak semua hidup itu selalu berakhir bahagia. Pembaca pasti berharap pada akhirnya Milea dan Dilan akan bersatu dan hidup bahagia bersama dengan anak satu milyarnya, tapi nyatanya novel ini tidak seperti itu. Pada akhirnya kita harus menerima kenyataan, Milea dan Dilan belum dipersatukan. Akhirnya...

Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu.
Read More

Sebuah Sinopsis Novel "Sang Guru"

.

Tokoh yang identik dengan pendidikan di Indonesia ini mampu dikemas dengan bahasa yang apik oleh Haidar Mustafa. Dalam kemasan Novel Biografi kita diajak untuk mengenal lebih dekat sosok Ki Hadjar Dewantara. Novel yang cukup padat dan mampu membuat kita lebih dekat dengan penggagas Taman Siswa. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari novel biografi ini.

 1. Pentingnya pendidikan agama bagi anak 

Soewardi kecil merupakan seorang anak dengan kondisi fisik yang sangat lemah. Tubuhnya kecil dan sering sakit-sakitan. Pada usia 5 tahun dia dikirim oleh ayahnya untuk belajar ilmu agama di Sleman. Disana dia memperdalam ilmu agama islam. Setelah tiga tahun belajar agama orang tuanya kemudian menjemput Soewardi, dia akan disekolahkan di sekolah milik pemerintah Belanda. Soewardi sangat bahagia mendengar ini, karena itu menjadi keinginannya. Mendapatkan pendidikan agama sejak dini membuat soewardi lebih dekat dengan Tuhannya. Meskipun secara fisik dia lemah tetapi dia memilki jiwa dan kemauan yang kuat. Dia tumbuh menjadi orang yang berjiwa lembut dan penuh obsesi kebaikan. Itulah yang menyebabkan dia gigih dalam berjuang merebut kemerdekaan. Melakukan apapun dalam hidupnya sebagai jalan perjuangan di jalan Allah. 

2. Memaknai kegagalan

Soewardi adalah anak yang cerdas, hal inilah yang mengantarkannya bersekolah ke STOVIA dengan jalur beasiswa. STOVIA adalah sekolah para dokter, pelajar di STOVIA kelak akan ditempatkan di daerah-daerah terpencil yang rawan dengan berbagai macam penyakit. Kesibukan Soewardi di organisasi Boedi Oetomo dan dunia jurnalistik membuat dia jatuh sakit. Sehingga membuat ketinggalan beberapa pelajaran. Di akhir pengumuman dia tidak naik tingkat dan beasiswanya dicabut. Jika ingin melanjutkan sekolah di STOVIA dia harus membayar sendiri.. Kejadian ini sangat memukul perasaannya. Bayangan wajah kecewa Ayah dan Ibunya senantiasa membayangi. Dia sempat “menghilang” dari Boedi Oetomo karena merasa malu. Oleh teman-temannya Soewardi dikenal sebaga anak yang cakap dan pintar, tetapi sekarang dia tinggal kelas.

Ada dua temannya yang selalu memberikan semangat kepada Soewardi untuk bisa tabah. Mereka intens menemui Soewardi, hingga pada akhirnya Soewardi menemukan rasa percaya dirinya lagi dan menerima kegagalan yang di alami. Hal tersulit untuk Soewardi adalah memberitahukan kegagalannya kepada Ayah dan Ibunya. Tetapi inilah penerimaan orang tua Soewardi yang tidak pernah disangka. Orang tuanya tidak mempermasalahkan kegagalan anaknya bahkan jika memang Soewardi masih ingin melanjutkan sekolah di STOVIA orang tuanya akan membiayai. Tapi hal ini ditolak oleh soewardi, dia akhirnya memutuskan untuk menemui kakaknya yang bekerja di perkebunan milik pemerintah belanda.

Dengan bantuan kakaknya dia akhirnya bekerja di pabrik Gula di daerah banyumas. Dia memang gagal menjadi seorang Dokter, yang dia harapkan menjadi jalan baginya memperjuangkan kemerdekaan dan membela rakyat di tanah airnya. Tetapi dia bangkit dan menemukan jalan lain.

3. Kebijaksanaan dan teladan dalam keluarga untuk pembentukan karakter anak

Keluarga merupakan lingkungan sosial masyarakat terkecil yang memberikan pendidikan pertama bagi anak. Kehangatan keluarga Soewardi dan berbagai macam teladan dari orang tuanya memberikan andil cukup besar dalam pembentukan karakternya. Ayahnya adalah putra sulung dari Kerajaan Pakualaman. Dia terlahir sebagai seorang yang tidak bisa melihat, tetapi dia memiliki banyak ilmu pengetahuan. Agama, seni, sastra, dan budaya. Seharunya dialah yang melanjutkan tahta pemerintahan, karena dia adalah anak pertama. Sikapnya yang tidak kooperatif dengan penjajah Belanda membuatnya harus tinggal di sebuah puri di luar istana. Dia tidak suka dengan cara belanda memperlakukan rakyatnya. Meskipun terlahir sebagai seorang priyayi dia tidak pernah melarang anaknya bergaul dengan rakyat jelata. Baginya, dihadapan Allah semua manusia itu sama yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaan.

Ayah Soewardi telah memberikan pelajaran yang layak untuk anaknya, maka dia selalu percaya anak-anaknya memilih jalan yang benar. Mendukung penuh anak-anaknya untuk turut berjuang merebut kemerdekaan dari penjajahan. Dalam novel ini diceritakan kedua orang tua Soewardi tidak pernah marah atau memukul anaknya. Sebuah keluarga yang hangat dan demokratis begitulah yang digambarkan dalam novel ini.

4. Menulis sebagai alat perjuangan dan corong propaganda

Soewardi mendapat tugas sebagai propagandis di Boedi Oetomo. Dia memiliki tugas untuk mengkritisi segala kebijakan pemerintah Hndia Blanda yang tidak berpihak kepada rakyat melalui tulisan. Tulisan dari Soewardi tajam dan provokatif. Salah satu tulisan yang membuat dia dimasukkan kedalam penjara untuk kali pertama kemudian dikirim ke pembuangan adalah tulsan yang berjudul “Andai Aku Seorang Hindia Belanda”. Tulisan ini mengecam rencna pemerintah Belanda untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Spanyol. Perayaan ini direncanakan dilakukan secara besar-besaran dengan meminta rakyat memberikan sumbangan. Tentu saja hal ini membuat geram para pejuang. Sekembalnya dari tempat pembuangan, Soewardi tetap rajin menulis dan mengkiritik pemerintah Belanda.

5. Meninggalkan Gelar Bangsawang dengan mengganti nama

Embel-embel panggilan Raden Mas yang sering diucapkan sahabat Soewardi membuat dia merasa tidak nyaman. Dia merasa panggilan itu menyebabkan sekat antara dia dengan sahabat-sahabatnya. Akhirnya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat mengganti namanya menjadi KI Hajar Dewantara. 

6. Meluruskan kembali pandangan kita tentang pendidikan 

Pentingnya pendidikan sudah disadari oleh Soewardi sejak dia masih kecil. Semangatnya untuk membuat sekolah untuk rakyat jelata sudah mulai tumbuh sejak dia berusia delapan tahun. Dia berteman dengan seorang rakyat jelata seusianya yang bernama Sariman. Dia pernah berjanji kepada Sariman untuk mengajaknya ke bangku sekolah. Tetapi ternyata hal itu tidak bisa diwujudkan.

Setelah lama dia berjuang melalui jalur jurnalistik, akhirnya dia teringat dengan sahabatnya. Kemudian Soewardi bergabung dengan kakaknya membangun sebuah sekolah yang diperuntukkan masyarakat pribumi. Selang beberapa saat Soewardi membuat sekolah sendiri yang bernama Taman Siswa. Dia ingin membuat sebuah sekolah dengan sistem yang berbeda dari sistem pendidikan belanda.

Menurutnya, sistem pendidikan belanda tidak menempatkan manusia sebagaimana mestinya. Tidak sedikit orang yang sekolah di Sekolah milik Belanda akhirnya nasionalisme terhadap nengerinya menjadi luntur. Baginya, pendidikan adalah ikhtiar untuk mengajak manusia menadi priadi mandiri. Pendidikan bukan hanya sarana transfer ilmu pengetahuan belaka, tetapi diajuga berfungsi untuk membentuk kepribadian anak. Sehingga mereka mampu menyelaraskan diri dengan zamannya. Tujuan utama yang ingin dicapai oleh Ki Hajar Dewantara adalah terbentuknya generasi bangsa Indonesia yang mandiri, penuh daya kreasi, memiliki prinsip hidup yang kuat, dan berbudi pekerti mulia.

Anak-anak yang belajar di Taman Siswa dapat mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemapuannya. Dia sangat berharap melalui pendidikan harkat dan martabat kaum pribumi dapat meningkat dan berdiri sejajar dengan bangsa lainnya. Selain itu dia juga berharap pendidikan yang diterapkan mampu memupk rasa Nasionalisme dan Cinta tanah air. Ki Hajar Dewantara memiliki tiga hal dalam membangun Tamansiswa dan dapat dijadikan refrensi dalam membangun sistem pendidikan:

a.       Tiga Fatwa Pendidikan Tamansiswa

• Tetep, antep, mantep

• Ngandel, Kendel, Bandel

• Neng, Ning, Nung, Nang

b.      Semboyan Pendidikan Tamansiswa

• Ing Ngarso Sung Tulodha

• Ing Madya Mangun Karsa

• Tut Wuri Handayani

c.       Tri Pusat Pendidikan

• Alam Keluarga

• Alam Perguruan

• Alam Masyarakat

Baginya pendidikan adalah alat perjuangan, bukan sekedar menyiapkan generasi untuk memperoleh kemerdekaan tetap juga sebagai saran menyiapkan genarasi unggul dan bermartabat. 

7. Istri yang selalu mendukung cita-cita dan tujuan perjuangan suami 

Dibalik laki-laki hebar ada perempuan tangguh dibelakangnya. Wanita tangguh, kuat pantas dilayangkan kepada Soertatinah, istri Ki Hajar Dewantara. Selang beberapa saat pernikahan mereka, Soertatinah harus mengikuti suaminya ke Negeri Belanda sebagai buangan. Berbagai macam kesulitan harus dihadapi di awal-awal pernikahan mereka. Perbedaan iklim, minimnya uang, dan jauh dari keluarga menjadi ujian pertama atas penikahan mereka. Raden Ayu Soertatinah, seorang keturunan ningrat yang hdup bersahaja. Ketika suaminya memilih pendidikan sebagai jalan perjuangan meraih kemerdekaan dia selalu mendukung suaminya. Honor yang didapatkan suaminya Soertatnah sebagai guru di sekolah milik kakaknya lebih sedikit dibandingkan honor sebagai penulis. Tak jarang Soertatinah dan suaminya makan sepiring berdua karena kondisi yang serba tidak ada. 

Dikisahkan, dua kali Ki Hajar Dewantara meminta maaf kepada Soertatinah. Ki Hajar merasa belum mampu menjalankan peran kepala keluarga dengan baik. Dengan penuh cinta dan kelembutan Soertatinah mampu menenangkan hati suaminya. Di tengah semangat Ki Hajar Dewantara mendirikan taman siswa, dia terkendala biaya. Dengan penuh keikhlasan Sortatinah menyerahkan sekotak perhiasannya untuk dijadikan modal tambahan pembangunan taman siswa. Baginya menemami perjuangan suaminya merebut kemerdekaan sudah menjadi tugas mulia. Dia tidak pernah mengeluh di saat susah, memberikan harta yang dimiliki untuk mewujudkan cita-cita luhur suaminya.
Read More

BAAL VEER: UJIAN, PENGUKUR BANYAKNYA PENGETAHUAN


Ini adalah tulisan yang terinspirasi dari sebuah film seri asal India, Baal Veer. Sebenarnya tidak begitu suka dengan alur cerita dalam film ini. Ada beberapa hal dalam film ini yang dapat mempengaruhi cara berfikir anak kecil. Cerita peri-perian gitu…. Untungnya saya bukan anak kecil #eh jadi ga terpengaruh, Cuma kebawa aja (sama ajah yah). Melihat film ini lebih saya pilih, daripada nonton gosip artis atau berita. Entahlah akhir-akhir ini tidak suka saja dengan pemberitaan di media.

Sambil meneruskan aktivitas mingguan sebagai Inem, ada sebuah cerita menarik di episode kali ini (ga tau ini episode berapa). Setting tempat pembuka episode ini adalah ruang tamu rumah Meher dan Manaf. Di sana Meher dan Manaf sedang belajar untuk mempersiapkan ujian akhir. Kemudian datanglah ibunya membawa susu kunyit (penasaran rasanya, ada yang mau membuatkan?). Dengan semangat Meher dan Manaf meminumnya. Sesaat kemudian ayah Meher dan Manaf datang dengan membawa oleh-oleh berupa kotak pensil.
Ayah mereka berkata, “Kalian mau ujian akhir kan? Pasti membutuhkan kotak pensil ini”.
 Ibu mereka kemudian menyahut dengan semangat, “Pada ujian kali ini kalian pasti akan mendapatkan nilai terbaik, 95.”
“Kau salah…,” jawab ayah
“Pada ujian kemarin mereka mendapatkan nilai 90 dan menjadi yang terbaik kalau sekarang naik jadi 95 pasti meraka akan menjadi yang terbaik lagi,” sahut ibu
“Kau salah, Istriku….” Kata ayah dengan lembut.
“Kalau begitu nilai mereka pada ujian ini adalah 97.”
“Kau juga masih salah..”
“Lalu berapa seharusnya nilai mereka agar mendapatkan yang terbaik?” Tanya sang istri dengan penuh kebingungan dan penasaran.
“Kau salah dengan membebani mereka untuk menjadi yang terbaik. Mereka belajar bukan untuk mendapatkan nilai terbaik, tetapi untuk menambah pengetahuan. Jika kita meminta mereka mendapatkan nilai terbaik maka, mereka bisa saja melakukan perbuatan tidak terpuji untuk mendapatkannya. Ujian akhir itu dimaksudkan agar guru dapat mengevaluasi hasil belajar mereka. Dengan hasil tersbut guru akan mengetahui dimanakah letak kekurangan dari setiap muridnya. Lalu guru tersebut akan membantu siswa mengatasi kekurangan tersebut. Jadi jangan bebani mereka untuk mendapakan nilai terbaik.”

Awalnya saya ingin memindah saluran dan menonton iklan, tetapi setelah mendengar dialog ini tidak jadi pindah saluran. Sambil menghaluskan pakaian dengan mesin pemanas, saya berfikir mungkin ini salah satu  penyebab maraknya kecurangan di kalangan pelajar. Pembebanan dari guru, orang tua, atau lingkungan sekitar tentang hasil dari sebuah ujian.

Proses belajar hendaknya dipahami sebagai upaya menambah pengetahuan bukan untuk menjadi yang terbaik dari temannya. Seringkali ujian digunakan sebagai parameter untuk menentukan kasta kecerdasan. Hanya membayangkan pelajar kita berlomba-lomba untuk menjadi orang yang lebih berpengetahuan dibandingkan dengan teman lainnya.

Ya… ujian pada hakikatnya merupakan akumulasi akhir dari pemahaman yang dimiliki. Em… PR juga untuk para guru untuk membuat alat evaluasi yang tepat agar alat tersebut menggambarkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Misalnya mereka mendapatkan nilai 80 itu artinya pengetahuan yang mereka miliki adalah 80% dari jumlah total pengetahuan yang seharusnya mereka kuasai.

Nilai ujian tidak selamanya menggambarkan seberapa banyak pengetahuan yang dipunyai. Semua bergantung pada proses seseorang mendapat nilai tersebut. So…bersemangatlah belajar, tetap jujur mengerjakan ujian. Indonesia membutuhkan generasi dengan banyak pengetahuan, bukan sekedar angka di atas selembar kertas ujian.


Read More

Dunia Anna, Filsafat Alam Semesta

Judul                     : Dunia Anna (Sebuah Novel Filsafat Semesta)
Penulis                  : Jostein Gaarder
Penerbit                : Mizan
Tahun                   : 2015
Tebal Halaman     : 244

Jostein Gararder merupakan seorang penulis best seller Dunia Sophie. Novel yang ditulis olehnya selalu mengandung unsur filsafat. Beberapa orang menyebutkan, bahwa novel Dunia Anna ini memiliki bahasa yang lebih ringan jika dibandingkan dengan Dunia Sophie (butuh konsentrasi tingkat dewa untuk membaca Dunia Sophie).

Seperti halnya Sophie, Gaarder juga mengambil remaja putri sebagai tokoh utama dalam novel ini. menceritakan tentang seorang anak perempuan berusia 16 tahun yang bernama Anna Nyrud. Dia adalah seorang anak yang mempunyai daya imajinasi tinggi dan mampu membayangkan dirinya dalam situasi yang belum pernah dia alami.

 Orang tuanya cukup khawatir dengan keadaan tersebut akhinrya membawa Anna untuk menemui seorang psikiater yang bernama Benjamin. Saat ditanya oleh Benyamin tentang hal yang dia khawatirkan apa, Anna menjawab bahwa dia sangat mengkhawatirkan tentang pemanasan global.

Novel ini terdiri dari 38 bab, 21 bab  menceritakan tentang kisah kehidupan Anna dan sisanya menceritakan tentang Nova. Anna hidup pada tahun 2012. Nova merupakan cicit buyut Anna yang hidup pada tahun 2028, dia sering muncul dalam mimpi Anna. Ya, Anna bermimpi jika di masa depan dia akan mempunyai seorang cicit bernama Nova. Dalam mimpi Anna, dia menuliskan surat untuk Nova yang di unggah dalam blognya tertanggal 11 Desember 2012, satu hari sebelum Anna ulang tahun. Pembukaan dalam surat tersebut:
“Nova sayang,aku tak tahu bagaimana rupa dunia saat kau membaca surat ini…”

Gaardner menggambarkan bahwa pada tahun 2028 beberapa fora dan fauna telah lenyap. Tenggelamnya beberapa wilayah yang ada disekitar Samudra Hindia dan Pasifik karena es di kutub utara dan selatan telah mencair.  Pada tahun itu, Nova sudah menggunakan aplikasi yang dapat melihat kondisi di seluruh penjuru bumi. Sehingga, setiap hari dia bisa mengamati  yng terjdi di bumi belahan lain. Sebuah penggambaran tentang bumi di masa depan dengan berbagai macam kerusakannya. Dia mempunyai sebuah aplikasi yang bernama Lost Species, aplikasi ini akan memberikan notifikasi pemberitahuan jika ada sebuah spesies yang punah.

Solah ingin membuat tersadar tentang bahaya eksploitasi minyak bumi yang ada di kawasan Arab, penulis juga menggambarkan tentang sekelompok orang arab yang berjalan menggunakan onta. Hal ini terjadi karena minimnya persediaan minyak pada tahun 2028. Secara isi,novel ini mengajak kita untuk lebih mencintai alam semesta. Menjaganya, dan perlu di ingat bahwa alam ini merupakan titipan dari generasi setelah kita.

Tempat ini mengambil setting di Norwegia. Dengan gaya berceritanya kita di ajak untuk membayangkan pemandangan alam yang ada di Norwegia. Ada beberapa budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Pada halaman 46 diceritakan jika Jonnas (pacar Anna) menginap di rumah Anna dan tidur dalam satu ruangan yang disebut dengan kamar bantal.

Secara garis besar, Gaardner hanya menceritakan kehidupan Anna selama dua hari, tetapi kehidupan Nova (yang dalam mimpi Anna) selama berhari-hari. Plot alur ceritanya cukup menarik dan mudah dipahami. Gaardner membedakan cetakan judul saat menceritakan tentang Anna dan Nova. Saat menceritakan Anna judul babnya akan dicetak miring, kalau Nova lurus (he…). So… perlu dicermati judulnya.


Saat di awal munculnya tokoh Nova, pembaca akan sedikit dibuat bingung dengan kemunculan tokoh Olla (halman 42). Setelah di beberapa halaman selanjutnya akan djelaskan bahwa Olla merupakan nama lain dari Anna Nyrud. Agar tidak membuat bingung disarankan untuk menggunakan satu nama saja. Sehingga pembaca tidak berfikir ada tokoh tambahan dalam cerita tersebut.
Read More

Liangan: Mozaik Peradaban Mataram Kuno Di Lereng Sindoro


Judul buku          : Liangan, Mozaik Peradaban Mataram Kuno di Lereng Sindoro
Penulis                 : Tim Peduli Situs Liangan
Penerbit              : Kepel Press
Halaman              : 357 Halaman

Kabut benar-benar enggan bergeming dan masih saja bertingkah, padahal gerimis sudah malas menjenguk dusun, padahal angin sudah lelah bertingkah liar; hanya karena kewajiban sebagai warga dusun saja angin sesekali teringat harus menyapu batur, atau sekedar menyapa jalan batu, atau iseng menggoda talud yang kokoh namun menderita karena tugasnya, dan anginpun tak pernah lupa bercerita tentang apapun di dusunnya, dengan sangat dingin.  Itu adalah penggambaran yang diberikan oleh Sugeng Riyanto tentang lingkungan di Situs Liangan.

Buku ini merupakan kumpulan karya ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti. Terdapat 11 judul, masing-masing judul melaporkan hasil penemuan berdasarkan pada keahlian yang berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi tulisan yang memberikan gambaran mengenai Liangan secara umum. Dari mulai letak geografis dan runtutan penemuan. Situs Liangan Merupakan pemukiman Mataram Kuno pada tahun 9-10 masehi. Situs ini terletak di dusun Liangan, desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Terletak pada ketinggian 1200 mdpl. Dalam situs ini ditemukan empat area: hunian,peribadatan hindu, pertanian, dan perbengkelan. Pemukiman mataram kuno ini tertutup material vulkanik setinggi 6-10 meter. Penemuan situs ini diawali oleh penemuan lempeng batu dengan tatanan konstruksi mirip tembok di rumah warga. Batu tersebut ditemukan di antara dapur dan kandang kambing. Setelah penemuan di rumah warga,penambang di Liangan menemukan situs yang lainnya. Beberapa yang ditemukan antara lain: talud batu, batu candi, dan fragmen artefak. Awalnya tempat tersebut diduga merupakan candi, tetapi setelah penelitian dilakukan disimpulkan bahwa tempat tersebut merupakan sebuahsitus pemukiman.

 Bagian kedua lebih membahas mengenai situs-situs yang ditemukan beserta kesimpulan analisis dari penemuan situs tersebut. Mulai dari Prasasti Rukam yang berada di daerah Parakan (lereng gunung Sumbing); dari sini peneliti mendapat berita bahwa pada jaman dahulu ada sebuha desa yang hilang karena terjadi ledakan sebuah gunung. Lalu mengenai penemuan keramik, kerangka manusia, dan butir gabah. Keramik yang ditemukan merupakan keramik dari Cina pada masa dinasti Tang. Dari sini dapat di analisis bahwa, pemukiman kuno ini ada pada tahun 9 – 10 masehi. Kerangka manusia yang ditemukan merupakan kerangka seorang wanita yang berusia 18-22 tahun.
Bagian ketiga , buku ini memberikan beberapa pandangan mengani Situs Liangan di masa depan. Mengenai peran pemerintah daerah, warga di sekitar Liangan, dan aktivitas pengunjung. Ada dua alternatif yang ditawarkan dalam mengelola situs ini, yaitu sebagai arkeowisata dan taman konservasi terpadu. Arkeowisata ini terutama ditujukan untuk pelajar / mahasiswa. Taman konservasi terpadu Liangan didasari dengan kondisi di sekitar situs. Terpadu disini maksudnya memadukan antara Lingkungan Cagar budaya (Liangan), lingkungan budaya masyarakat,dan konservasi alam. Posisi Liangan yang berdekatan dengan wisata alam Jumprit yang merupakan hulu dari kali progo, kondisi rumah menuju situs yang memberikan nilai eksotis tersendiri, dan situslain yang ada di sekitar Liangan (prasasti rukam, Gondosuli, Candi Pringapus dan sebagainya). Selain itu posisi Liangan yang tepat di punggung gunung Sindoro menjanjikan pemandangan alam yang menggoda. Salah satu masukan dari buku ini adalah disediakannya papan informasi di sekitar situs, sehingga saat peneliti sedang tidak ada di sekitar situs, pengunjung tetap mendapatkan informasi mengenai Liangan.

Buku ini cukup informatif, memberikan informasi yang detail tentang situs Liangan. Gambar-gambar yang terdapat dalam buku ini memberikan informasi mengenai bentuk, sehingga imajinasi dari penggambaran situs menjadi lebih jelas. Sangat cocok dijadikan refrensi bagi akademisi yang sedang melakukan penelitian mengenai Liangan. Selain akademisi, buku ini juga membantu pihak pemerintah dalam mengelola Liangan. Adapun kekurangan dalam buku ini adalah terdapat beberapa kesalahan pengetikan dan pengulangan halaman. Misalnya, halaman 355 dicetak dua kali. Diperlukan ketelitian dalam pengeditan buku ini. Akan lebih menarik  jika ada buku dengan gaya bahasa yang lebih renyah sehingga masyarakat awam dapat memahami seluk beluk tentang Situs Liangan. Semacam buku panduan untuk pengunjung.

*maatih mb Dani bukunya, baru selesai tak baca he…

Read More

Haji Agus Salim: Diplomat yang Tak Mampu Membeli Kain Kafan



Sampai sekarang, aku masih terusik dengan kisah Haji Agus Salim saat kematian anaknya. Bapak bangsa yang tak mampu membelikan kain kafan untuk anaknya. Sakitnya tuh ga cuma di sini, tapi dimana-mana. Seseorang yang selalu memimpin rombongan melakukan diplomasi. Saat di luar negeri dia akan sejajar dengan para pemimpin negara lainnya, hanya membeli satu potong kain kafan saja tidak mampu. Apa ini yang disebut penghargaan terhadapa seseorang yang telah berjasa, hingga mengantarkan Indonesia pada maqamnya. Bangsa merdeka. Menetes air mata ini, masihkah ada hari ini anak bangsa yang seperti dia?.

Hari ini, kita semua anak bangsa telah berhutang banyak padanya. Hari ini, seluruh rakyat Indonesia telah merasakan nikmatnya menjadi bangsa yang merdeka karena usahanya. Hari ini, orang-orang berteriak karena tak mampu membeli rumah. Hari ini, orang-orang berebut mendapatkan uang tunjangan. Hey... Haji Agus Salim juga tak pernah mempunyai rumah, hidupnya selalu berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. Haji Agus Salim terkadang hanya makan dengan kecap. Dia tidak mampu membeli kain kafan untuk anaknya....

Hari ini, para pejabat negeri zamrud khatulistiwa ribut karena mobil dinas yang tidak nyaman. Gaji yang tidak cukup. Heloow... apa yang sudah kalian berikan kepada negeri ini? Sampai berani menuntut begitu banyak?. Coba bandingkan hidup kalian dengan kehidupan Agus Salim. Dia seorang petinggi negara, orang penting dalam sebuah partai besar, pemilik surat kabar. Dan dia tidak mampu membeli kain kafan untuk anaknya?.

Seandainya Agus Salim hari  ini masih ada, apa kalimat yang akan dia ungkapkan kepada generasi setelahnya. Generasi yang bertugas menjaga NKRI ini agar tetap pada kehormatannya. Seandainya, Sang Diplomat penguasa sembilan bahasa ini hidup pada zaman sekarang apa yang akan dia katakan?. Mungkinkah dia akan menyesal pernah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini? Bangsa yang telah diwariskan kepada para penjilat, dan mencoba mengambil keuntungan dari setiap posisi yang didapatkan. Masih adakah ketulusan dari anak bangsa ini? Yang benar-benar ingin memberikan apa yang dia punya? Apakah bangsa ini berisikan orang-orang yang selalu berharap mendapatkan sesuatu dari bangsanya?Adakah abdi negara yang sesungguhnya? Mengabdi tanpa tendensi. Sekali lagi aku ingin bertanya, apa perasaan yang dirasakan saat mendengar bahwa Bapak Pendiri Bangsa Indonesia pernah tidak mampu memberlikan kain kafan untuk anaknya?.
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.